Wednesday, November 19, 2008

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 11

Oleh: EFBE@fransisbm

Mazmur ini masih membentangkan kepercayaan orang benar akan Tuhan. Karena itu, dalam alkitab mazmur ini diberi judul: TUHAN, tempat perlindungan. Maka dalam artian itu, mazmur ini masih melanjutkan tema yang sudah dibentangkan dalam mazmur 9-10 yang sudah kita bahas sebelumnya. Di sini si pemazmur memberikan pandangannya bahwa kalau orang benar-benar percaya akan Tuhan, maka tidak usah orang itu menjadi gelisah, cemas, atau grasah-grusuh, lari pontang-panting ke sana kemari, atau lari terbirit-birit ke sana ke mari dan ke mana-mana untuk mencari penolong-penolong yang lain, seperti perilaku burung-burung yang terbang berlari terpencar-pencar ke gunung-gunung karena diintai oleh busur dan panah para pemburu. Pemazmur mau menegaskan kepada kita bahwa biarpun ada ancaman, kita harus tetap harus tenang.

Kalau dibaca secara demikian tampak jelas bahwa ini adalah sebuah pementasan iman yang kokoh dan harapan yang kuat. Sebab walaupun ada ancaman (ay 2-3), tetapi ia harus tetap tenang. Sebab iman kepercayaan inilah yang menjadi bingkai mazmur ini. Perhatikan bahwa iman itu ditegaskan sekali lagi dalam ayat 7.

Tetapi dari manakah sumber ketenangan dan keyakinan yang kokoh itu? Itulah yang dibentangkan dalam ay 4-7 (bagian kedua dari mazmur ini). Dan di sana dikatakan dengan sangat jelas bahwa ia tenang karena Tuhan. Jadi, sumber ketenangan dan pengharapan itu tidak lain ialah Tuhan sendiri. Si Pemazmur itu percaya bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Tuhan tidak tidur, atau ngantuk, atau buta, melainkan “mataNya mengamat-amati.” Bahkan sorot mata itu menguji anak-anak manusia.

Orang ini sungguh percaya bahwa Tuhan tetap menjalankan tugasNya. Yaitu, menguji orang benar dan orang fasik. Di sini sikap Tuhan sangat jelas. Pengujian dan pengamatan itu ada hasilnya, yakni Tuhan membenci orang yang mencintai kekerasan. Dengan sengaja saya mencetak miring kedua kata kerja itu: membenci dan mencintai. Sebab menurut saya indah sekali pemakaian kata-kata kerja itu. Orang yang mencintai kekerasan, justru dan pasti dibenci oleh Allah. Sebuah paralelisme-verbal-silang yang indah dan menarik antara cinta dan benci. Paralelisme silang ini tentu saja mempunyai fungsi didaktis: dalam hidup ini orang tidak boleh mencintai kekerasan. Sebab orang yang mencintai kekerasan akan dibenci Allah. Saya kira tawaran pilihan sikap hidup etisnya sangat jelas: antara mencintai dan membenci kekerasan. Mencintai kekerasan akan dibenci Allah. Membenci kekerasan akan dicintai Allah.

Ayat 6 mengingatkan kita akan tragedi Sodom dan Gomorah. Kita tahu bahwa di sana telah terjadi hujan belerang dan arang yang membakar dan menghanguskan segala sesuatu. Tetapi di sini ada sesuatu yang khas yaitu belerang dan arang itu menghanguskan dari dalam, sebab api itu mengisi piala mereka (ay 6). Itu semua terjadi karena Tuhan itu adil (ay 7). Boleh dikatakan bahwa orang benar bisa hidup dan bersikap tenang karena ia percaya bahwa Tuhan itu adil. Oleh karena itu, Tuhan mencintai keadilan. Itulah sebabnya, nasib orang benar, orang kudus, akan jelas, yaitu bahagia, yaitu memandang wajahNya, alias visio beatifica. Itulah puncak pengalaman mistik. Seperti kata syair lagu Apoly Bala dalam Madah Bakti: “Bilahkah aku akan jumpa dan memandang wajahMu.” Itulah harapan orang benar.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...