Wednesday, October 22, 2008

MENGENAL DAN MENIKMATI MAZMUR 9

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Mazmur ini diberi judul “Allah Pelindung Orang-orang Saleh.” Kalau diteliti dengan baik maka alur mazmur ini dapat digambarkan sbb: ayat 2-3 dimulai dengan pernyataan pemazmur mengenai keinginannya untuk bersyukur kepada Allah sumber segala sukacita dan pengharapan hidupnya. Lalu dalam ayat 4-7 ia secara singkat memberi alasan mengapa ia bersyukur. Ia menyebut di sana tindakan dan intervensi Allah terhadap para musuh dan lawan-lawannya. Setelah menyadari tindakan dan karya Allah, maka dia pun bermuara kepada pujian akan Allah dengan mengisahkan sifat-sifat dan kemuliaan Allah itu. Antara lain disebutkan bahwa Allah berkarya untuk melaksanakan penghakiman atas alam semesta. Sebagai hakim Allah juga mempunyai peranan yang lain yaitu sebagai tempat perlindungan, menjadi semacam suaka, tempat bernaung di waktu kesesakan. Atas dasar pengenalan itu si pemazmur bermuara kepada sebuah pengakuan iman dalam ayat 11: ia mau percaya dan berserah diri kepada Allah pelindung dan penolong. Mengapa? Sebab Allah tidak meninggalkan orang yang mencari Dia. Atas dasar pengenalan, pengakuan, dan pengalaman itu, maka selanjutnya si pemazmur mengajak semua orang untuk memuji TUHAN dengan mazmur, artinya dengan lagu pujian (ayat 12), karena Ia tidak melupakan orang yang tertindas (ayat 13).

Menyadari semua peranan dan tindakan Allah dalam sejarah dan dalam alam semesta seperti itu, maka si pemazmur pun terdorong memohon keselamatan (ayat 14). Alasan permohonan itu diungkapkan dalam ayat 15. Alasan itu bukan lagi sebuah alasan antroposentris (yang terlalu terpusatkan pada manusia), melainkan sebuah alasan teosentris (terpusatkan pada Allah dan karena Allah sendiri saja), artinya aku diselamatkan dari para lawanku agar aku hidup tetapi bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk menceritakan perbuatan keselamatan Allah kepada semua orang dengan penuh sukacita. (Jadi, pengalaman akan shalom Allah adalah peluang untuk proklamasi, bukan untuk hidup di dalam kebejatan dan tidak tahu diri).

Dalam ayat 16-18 barulah kita melihat siapa para lawan dan musuh yang ditakuti si pemazmur ini. Para lawan itu tidak lain ialah orang-orang fasik. (Orang-orang fasik itu tidak lain ialah orang-orang yang tidak percaya akan Allah. Inilah model ateisme dalam perjanjian lama seperti dikatakan oleh John Murray Courtney itu). Dalam ketiga ayat ini pemazmur berdasarkan pengalaman dan pengharapan imannya memaklumatkan nasib akhir dari orang-orang fasik itu. Singkatnya, nasib mereka ialah: akan ditimpa kejahatan mereka sendiri. Senjata makan tuan. Mereka memasang jaring untuk menjerat dan menangkap orang-orang lain, tetapi mereka sendirilah yang justeru terjerat dalam jaring itu. Mereka menggali lobang agar orang-orang lain terperosok ke dalamnya, tetapi justeru mereka sendirilah yang terperosok ke dalamnya. Benar kata Amsal itu: siapa menggali lobang ia sendiri akan terperosok ke dalamnya. Wer hat eine Grube grabt felt selbst hinein, begitu kata orang Jerman. Dan itu semua terjadi karena intervensi dan tindakan penyelamatan Allah (ayat 17).

Atas dasar itulah, maka meluaplah sukacita dan pengharapan si pemazmur dalam ayat 18: Bahwa nasib malang orang-orang benar tidak akan berlangsung selamanya. Keadaan itu hanya akan berlangsung sebentar saja. Tidak selamanya hari mendung. Badai pasti berlalu. Kabut pasti sirna. Habis gelap terbitlah terang, seperti kata Raden Ajeng Kartini itu. Semua ungkapan ini dengan tepat menggambarkan optimisme pengharapan si pemazmur dalam ayat 18. Atas dasar pengharapan yang kokoh itulah, maka ia pun berani meminta pertolongan Allah. Ia meminta agar Allah sudi bangkit; dan kalau Allah sudah bangkit dan bertindak dengan tangan kananNya maka zaman kekejaman manusia akan segera berlalu. Hal ini sangat penting supaya para penjahat sadar bahwa mereka bukan Allah, bahwa mereka manusia biasa saja. Sebagai manusia, sikap yang tepat bagi mereka bukanlah menjadi penindas atau penghisap sesama manusia, melainkan sikap takut akan Allah, taqwa, mengakui bahwa hanya Allah saja sang penguasa kehidupan, hanya Allah saja sang pelindung manusia saleh di kala kesesakan, hanya Allah saja yang patut disembah. Dalam hal itu Allah tidak akan pernah mengecewakan. Hanya mungkin saja waktu yang membuat manusia kurang bersabar. Tetapi hendaknya manusia sadar dan tahu bahwa semuanya ada waktunya dan pada waktunya. Dan Tuhan membuat semuanya indah tepat pada waktunya, seperti kata si Pengkotbah itu.

Kepustakaan:

John Murray Courtney, The Problem of God.

Henry de Lubac, The Atheism.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...