Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)
Mazmur 7 ini mempunyai satu kesatuan literer yang cukup jelas. Kitab Suci kita memberi judul: Allah, Hakim yang adil. Artinya, si pemazmur berharap pada Allah agar Ia sudi menghakimi perkaranya dengan adil dan benar. Untuk dapat memahami dan mencintai mazmur ini, sebaiknya kita ikuti saja alur mazmur ini dari ayat ke ayat.
Kita dapat membayangkan bahwa si pemazmur ini tersobek-sobek oleh rasa takut yang sangat kuat dan mendalam akan seorang musuh atau lawan yang akan membunuh atau membinasakannya. Karena dihantui oleh pengalaman ketakutan seperti itu, maka tidak ada cara lain bagi bagi dia selain berlari kepada Allah dan mencari perlindungan dan shalom pada Allah. Itulah yang dapat kita baca dalam ayat 2-3. Agar terasa lebih kuat lagi pengalaman psikologis ini, maka ia memakai bahasa metafor singa untuk melukiskan para musuh yang mengejarnya.
Kemudian di hadapan hadirat tahta Allah itu, ia mencoba membela kesucian hidupnya dengan melakukan semacam sumpah pocong untuk menguji kemurnian dan ketidak-bersalahan. Di sini si pemazmur mempertaruhkan seluruh martabat dan kehormatan hidupnya di hadapan Allah. Karena begitu yakin akan kesucian hidupnya, maka ia berani meminta sumpah pocong itu di hadapan Allah. Hebat sekali bukan? Itulah yang kita baca dalam ayat 4-6: kalau aku begini....maka boleh saja nasibku menjadi begitu..... Bukankah, konon, seperti itu yang dilakukan dalam sumpah pocong?
Karena begitu yakin akan kesalehan hidupnya, maka ia pun berseru kepada Allah agar bangkit mengadakan penghakiman. Allah diminta menjadi hakim di hadapan segala bangsa. Tidak main-main. Itulah yang kita baca dalam ayat 7-8. Tema penghakiman itu diteruskan dalam ayat 9-10. Pengadilan Allah itu akan menjadi penentu akhir segala-galanya. Di hadapan Allah, semua kedok akan terbuka dengan sendirinya. Tidak bisa lagi ada yang ditutup-tutupi. Tema Allah sebagai hakim yang adil, diteruskan dalam ayat 11-12. Hakim yang adil itu akan menjadi perlindungan, perisai bagi orang benar. Itulah keyakinan si pemazmur.
Dan karena ia merasa dibenarkan Allah, maka para musuhnya akan dihancurkan. Semua rancangan jahat yang selama ini mau ditimpakan kepada si pemazmur, akan kembali menjadi bumerang bagi para penjahat itu sendiri. Hal itulah yang kita rasakan dalam ayat 13-17. Sedemikian kuatnya keyakinan dan kepercayaan itu, sehingga dalam ayat 18 ia pun dapat berseru dengan lantang: Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena keadilan-Nya, dan bermazmur bagi nama TUHAN, Yang Mahatinggi. Hal ini terdengar seperti sebuah sumpah yang mengandung doa syukur.
Jadi, singkatnya adegan itu dapat dilukiskan sbb: Ada seseorang yang didakwa para lawannya yang jahat dan fasik, walaupun jelas ia tidak bersalah dan berdosa sama sekali. Lalu orang ini datang memohon keadilan Allah di BaitNya yang Kudus. Karena kesalehannya, orang ini dibenarkan oleh Allah. Dan para pendakwanya dihukum dengan hukuman yang mereka rencanakan untuk ditimpakan kepada si pemazmur tadi. Itulah hukuman yang setimpal. Kalau dilukiskan secara singkat seperti ini, maka pola dasar mazmur 7 ini mirip dengan kasus yang diangkat dalam 1Raj.8:31dst. Boleh jadi memang ada pengaruh timbal balik antara kedua teks itu. Mazmur ini pun mengajarkan kepada kita agar tekun berdoa dan selalu mencari perlindungan dan shalom pada dan dari Allah.
No comments:
Post a Comment