Tuesday, October 28, 2008

KATEKESE PAULUS: PAUS BENEDIKTUS XVI

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)
Bandung, 29 Oktober 2008

Dalam rangka merayakan tahun Paulus (2008-2009), Paus Benediktus XVI mengeluarkan sebuah buku kecil sebagai bahan katekese Paulus yang bisa digunakan sebagai bahan renungan pribadi maupun kelompok (di lingkungan) selama satu tahun peringatan yubileum agung St.Paulus ini. Puji Tuhan buku itu sudah diterjemahkan oleh kelompok penerjemah dari pertapaan para suster-suster Trappistin di Gedono, Jawa Tengah. Dan terjemahannya pun bagus. Saya menerima teks ini tiga minggu yang lalu (12 Oktober) ketika Romo Hari Kustono berkenan datang menjadi narasumber dalam seminar Paulus yang kami adakan di Paroki kami, St.Martinus, Lanud Sulaiman Bandung.

Di tengah-tengah pelbagai macam kesibukan saya, akhirnya hari ini saya baru bisa membaca bab satu dari buku kecil itu. Isinya berupa sebuah perkenalan sangat singkat mengenai siapa sosok Paulus itu. Dengan tepat Paus berusaha memberikan apa yang menjadi sentrum dari seluruh hidup Paulus sesudah peristiwa yang dialaminya dalam perjalanan ke Damaskus itu. Yang jelas ia berangkat ke Damaskus sebagai orang dengan watak dan tujuan serta program tertentu. Tetapi ketika ia kembali dari Damaskus, ia sudah menjadi orang yang lain sama sekali. Ia mengalami semacam metamorfosa batin, metamorfosa rohani. Ia mengalami metanoia. Dan dalam metanoia itu tidak ada lagi titik balik, titik untuk kembali. Yang ada hanya suatu perjalanan terus, maju terus pantang mundur.

Dalam perjalanan ke Damaskus itu ia mengalami apa yang disebut sebagai point of no return. He must go on with his new self-apprehension, self-image, self-understanding. Ada seorang penulis yang membuat pembedaan antara The road to Damaskus dan the road from Damaskus. Yang pertama adalah pelukisan mengenai Paulus yang berangkat ke Damaskus dengan semangat kebencian yang luar biasa membara untuk membinasakan para pengikut jalan Tuhan (he hodos thou theou), sebab itulah yang menjadi program dan ambisi utama kehidupannya. Sedangkan yang kedua, tidak lain adalah pelukisan mengenai Paulus yang sudah mengalami perubahan total dalam hidupnya. Ia hanya berangkat satu kali saja ke Damaskus dengan kebencian yang membara. Yang ada selanjutnya ialah perjalanan dari Damaskus dengan warta damai, warta cinta kasih, dan juga warta sukacita, sebagaimana yang dapat kita baca dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi, yang ditandai oleh nada-nada sukacita. Memang kalau kita menghitung kata sukacita dalam surat Filipi, cukup mengesankan, sehingga mau tidak mau kita mendapat kesan bahwa pesan dasar surat itu adalah warta sukacita.

Mari kita kembali lagi ke buku katekese Paus Benediktus itu. Setelah ia melukiskan secara sangat singkat riwayat awal hidup Paulus, lalu Paus menarik beberapa pelajaran yang penting dan menarik.

Pelajaran pertama, ialah bahwa setelah peristiwa Damaskus itu, Paulus tidak pernah ragu-ragu lagi menempatkan Yesus Kristus sebagai pusat seluruh hidupnya. Kristus menjadi segala-galanya. Penempatan Yesus sebagai pusat akan bisa mengubah segala cara pandang kita mengenai apa saja, termasuk cara pandang kita akan Allah, akan diri sendiri, dan terutama akan sesama.

Pelajaran kedua, kalau Yesus sudah ditempatkan sebagai pusat dari segala-galanya dalam hidup kita, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak menyampaikan warta tentang Kristus itu kepada siapa saja yang kita jumpai. Maka mewartakan tentang Yesus menjadi sebuah kewajiban mendasar sebagai seorang pengikut Yesus. Dan Paulus sudah melaksanakan hal itu secara sangat konsisten dan dengan sangat tekun. Bahkan ia sampai mengorbankan hidupnya. Paulus bahkan tidak lagi begitu memperhitungkan hidupnya sendiri. Sebab bagi dia, hidup adalah bagi Kristus dan mati adalah keuntungan. Seharusnya inilah juga yang menjadi sikap dan pandangan hidup kita.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...