Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)
Hari ini saya memberi kuliah tentang misteri Allah Tritunggal Mahakudus Tuhan yang Mahaesa; sesuatu yang sudah saya jalankan sejak tahun 2003. Fokus saya selama ini ialah bagaimana kesaksian Kitab Suci tentang hal ini. Saya mau mengarahkan mahasiswa ke kesaksian Kitab Suci. Kalau kesadaran itu semakin kuat, barulah saya mengarahkan mereka kepada dogma. Sebab kalau langsung ke dogma, saya melihat ada bahaya bahwa orang akan sampai pada kesimpulan bahwa ajaran Tritunggal mahakudus adalah produk dogma belaka dan tidak mempunyai jejak-jejak pendasarannya di dalam Kitab Suci. Karena itu saya menempuh jalan terbalik. Sesungguhnya jalan ini tidak seluruhnya baru, sebab saya melihat jalan itu juga ditempuh oleh teolog lain. Saya melihat hal itu dilakukan Leonardo Boff dalam bukunya Allah Persekutuan. Hal itu juga dilakukan oleh Walter Kasper, dalam bukunya The God of Jesus Christ itu. Gerald O.Collins, sebagai ahli kitab suci juga membaktikan sebagian hidupnya, dengan menggali beberapa aspek pendasaran biblis dari ajaran iman Trinitas ini.
Salah satu ide yang saya angkat ialah kenyataan bahwa seluruh eksistensi orang Kristiani pada dasarnya bercorak dan berstruktur Trinitarian. Itulah tesis dasar yang saya angkat dengan mengikut Walter Kasper.
Untuk menjelaskan hal ini saya memakai dua poin penjelasan sebagai berikut: pertama, kita semua menjadi Kristiani (jadi titik awalnya) dengan cara ditenggelamkan dalam nama misteri agung Allah Trinitas Mahakudus. Sebab kita semua dibaptis dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Kedua, hidup kita selanjutnya dan seluruhnya dari waktu ke waktu (mudah-mudahan) dihayati di dalam kesadaran akan ada dan kehadiran dari Allah Trinitas itu. Bahkan seluruh peristiwa wahyu Perjanjian Baru berstruktur dan bercorak Trinitarian juga.
Hari ini, teks yang saya angkat sebagai ilustrasi untuk menjelaskan pokok itu ialah Galatia 4:4-6. Ketika saya menguraikan teks ini, tiba-tiba muncul sebuah ilham yang luar biasa dalam benak saya. Menurut hemat saya, ini adalah salah satu teks yang dengan amat kuat menyiratkan ciri dan struktur Trinitarian dari peristiwa wahyu dalam Perjanjian Baru: Allah Bapa mengutus Anak-Nya yaitu Yesus Kristus (misteri inkarnasi), ke dunia. Inilah misteri penjelmaan, sabda menjelma menjadi daging, menjadi manusia, verbum caro factum est. Inkarnasi itu tidak lain dimaksudkan agar kita bisa mejadi anak juga (divinisasi). Karena kita sudah menjadi anak, maka Allah pun sudi mengutus Roh-Nya yang Kudus untuk masuk dan tinggal di dalam hati kita. Di tempat lain dikatakan bahwa cinta kasih Allah sudah dicurahkan ke dalam hati kita, oleh Roh Ilahi. Pada gilirannya Roh yang tinggal dalam hati kita itulah yang mendorong dan menggerakkan kita untuk berseru dan menyapa ya Abba, ya Bapa. Dengan kata lain, Roh yang measukkan kita ke dalam misteri hidup Tritunggal itu. Roh itulah yang memasukkan kita ke dalam misteri dan dinamika relasi kasih Tritunggal Mahakudus. Roh itulah yang membawa kita kepada pengenalan akan Allah sebagai Abba. Bahkan dalam masa-masa kegelapan jiwa, Roh itulah yang berdoa bagi kita dengan kata-kata dan gumaman-gumaman yang tidak terucap. Luar biasa bukan pengalaman seperti ini?
(Bandung 12 September 2008).
No comments:
Post a Comment