Tuesday, September 9, 2008

Mendalami dan Menikmati Mazmur 29

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Mazmur 29 ini terdiri atas 11 ayat. Kita dapat menikmati isinya dengan mengikuti pembagian unit yang ada. Berdasarkan dinamika isi, ada tiga unit besar: ayat 1-2, ayat 3-10, ayat 11. Uraian ini akan mengikuti tiga alur itu.

Mazmur ini dimulai dengan sebuah penegasan credo bahwa Allah saja yang berhak atas puji-pujian dan hormat dan kuasa. Hal itu tidak hanya diserukan kepada para penghuni bumi saja, melainkan juga kepada para penghuni surga. Mereka semua diajak oleh pemazmur agar sudi mempersembahkan segala pujian dan hormat dan penyembahan kepada Allah. Ia meminta seluruh isi surga dan bumi agar bersujud kepada Tuhan dengan sikap yang kudus.

Selanjutnya muncul metafor yang sesungguhnya cukup sulit untuk diterangkan dan dipahami. Ambil saja misalnya ayat tiga itu. Dikatakan di sana bahwa “Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar.” Apa maksud ungkapan seperti ini? Saya mencoba menafsirkan dan memahaminya dengan cara seperti ini. Bahwa untaian ayat-ayat ini hanya mau menegaskan satu hal, yaitu bahwa Tuhan hadir dan bertindak di dalam alam semesta ini. Kita tidak dapat berhenti begitu saja pada unsur-unsur kosmis ini, melainkan kita diajak pemazmur untuk melihat jejak-jejak Tuhan di dalam segala sesuatu, segala ciptaan.

Ada hal-hal yang dahsyat yang dikerjakan oleh suara Tuhan itu, sebagaimana dapat kita rasakan dalam ayat 5. Sebaliknya dalam ayat 4 kita dapat merasakan bahwa ada hal yang ajaib bahkan mungkin aneh, yang terjadi karena suara Tuhan itu. Tetapi menilik kata yang dipakai ialah “melompat-lompat,” maka boleh diduga bahwa yang dimaksudkan di sini ialah gunung yang tampak bersorak kegirangan memuji Allah pencipta. Sebab dalam mata imajinasi seniman, segala sesuatu bisa menjadi tampak hidup, di hadapan pujian alam semesta kepada Pencipta. Kembali ayat 7 menampilkan suatu citra mengerikan. Begitu juga dengan ayat 8 dan 9. Kita bisa merasakan sesuatu yang ajaib dan aneh di sana. Namun satu hal harus juga dikemukakan bahwa Tuhan itu menguasai semuanya. Tuhan yang mengatur semuanya sehingga tampak seperti itu, biarpun terasa aneh dan ajaib. Itulah yang bisa kita rasakan dalam ayat 10 yang bagi saya menjadi semacam penegasan mengenai kuasa Allah yang meraja di atas segala-galanya. Dengan demikian, alam semesta mungkin tampak ganas dan mengerikan, tetapi tidak bisa sewenang-wenang juga karena ia hanya menjadi sedemikian dahsyatnya karena Tuhan. Dengan kata lain, mazmur ini dengan satu dan lain cara memaklumatkan pujian kepada Tuhan sebagai penguasa dan raja alam semesta.

Akhirnya, atas dasar keyakinan dan pandangan seperti itu, pemazmur meloncat lagi kepada sebuah harapan dan iman akan Allah. Maka ia berdoa agar Tuhan sudi memberi daya kekuatan kepada umatNya. Tidak hanya itu, ia juga meminta agar Tuhan sudi memberkati umatNya dengan damai sejahtera. Kita tidak asing dengan bagian akhir mazmur ini, sebab kita mendengarnya dalam salah satu mazmur antar bacaan: Tuhan memberkati umatNya, dengan damai sejahtera. Semoga anda akrab dengan nada lagu itu. Sayang kalau tidak. Sebab itu pertanda, anda tidak menyimak doa-doa mazmur yang dinyanyikan, dan justru karena dinyanyikan, maka seperti kata Agustinus, menjadi doa yang berlipat ganda, qui bene cantat bis orat. (EFBE@fransisbm).


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...