Tuesday, September 9, 2008

Mendalami dan Menikmati Mazmur 28

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Mazmur 28 ini hanya terdiri atas 9 ayat. Kita dapat menikmatinya dengan mengikuti pembagian unit yang ada. Berdasarkan dinamika isinya, ada tiga unit besar: ayat 1-2, ayat 3-5, ayat 6-9. Uraian ini akan mengikuti tiga alur itu.

Pemazmur mulai dengan mengemukakan sebuah metafor teologis, yang memberikan gelar kepada Allah sebagai gunung batu, dan itu adalah simbol ketenangan, rasa aman, karena di sana terdapat benteng pertahanan kokoh. Maka ia tidak takut akan musuh. Kepada Allah yang bertindak sebagai benteng pertahanan itulah, pemazmur bermohon. Inti permohonannya ialah agar Tuhan sudi mendengarkan doa-doanya. Pemazmur yakin bahwa perhatian dan sikap Tuhan yang mendengar sangat menentukan hidupnya. Kalau Allah tidak mendengarkan dia, maka ia akan mati (ayat 1c, seperti orang yang turun ke liang kubur, baca: mati). Oleh karena itu dalam ayat 2 ia meminta dengan sangat agar Tuhan sudi mendengarkan doanya.

Dari ayat 3-5 dia mulai berdoa memohon perlindungan agar ia luput dari perbuatan orang jahat. Sekaligus si pemazmur juga mencoba membedakan dirinya di hadapan Tuhan dari orang durhaka. Dalam doa permohonannya ia meminta dengan sangat agar Tuhan sudi memperlakukan dia secara berbeda dari orang durhaka itu. Kalau Tuhan sudah membedakan mana orang benar dan mana orang durhaka, maka pemazmur berharap agar Tuhan sudi bertindak atas mereka dalam keadilanNya, yaitu menghukum mereka sesuai dengan perbuatan dan cara hidup mereka. Sampai tiga kali ia meminta hal itu: terwakili dalam kata-kata, ganjarilah (dua kali) dan balaslah (satu kali). Alasan-alasan yang dikemukakan pemazmur untuk tindakan keras itu ialah karena orang durhaka adalah orang jahat, yang tidak melaksanakan perintah Tuhan.

Tetapi kalau kita perhatikan dengan baik, mazmur ini mengatakan bahwa alasan yang dikemukakan ialah sikap para durhaka yang tidak mengindahkan pekerjaan dan perbuatan Tuhan. Mana pekerjaan dan perbuatan Tuhan itu? Tentu yang dimaksud ialah karya penciptaan dan karya penyelenggaraan hidup dari waktu ke waktu. Orang-orang durhaka tidak mengindahkan hal itu. Mereka bertindak seakan-akan Allah tidak ada. Inilah ateisme praktis, yaitu berbuat seakan-akan Allah tidak ada. Karena itu pemazmur meminta dengan sangat agar Allah sudi bertindak secara final dan fatal: Ia akan menjatuhkan mereka dan tidak membangunkan mereka lagi.

Selanjutnya si pemazmur meloncat lagi ke dalam pujian dan berkat bagi Allah karena ia merasa bahwa Allah sudi mendengarkan doa-doanya. Dengan serta merta pemazmur kembali lagi ke metafor-metafor awal dengan mana ia telah menyapa Allah: Tuhan adalah kekuatan dan perisaiku (ayat 7), dan kekuatan dan benteng keselamatan (ay 8). Ia merasa tertolong oleh karya Allah yang bertindak atas hidup dan keberadaannya. Oleh karena itu ia hanya percaya kepada Tuhan itu saja.

Atas dasar untaian pengalaman dan keyakinan itu, maka si pemazmur berani memohon agar Tuhan sudi menyelamatkan umatNya dan sudi memberkati mereka. Ia juga berani memohon agar Tuhan sudi menggembalakan mereka dan memberi mereka dukungan agar mereka tidak merasa sendirian dan ditinggalkan dalam hidup dan perjuangan hidup di dunia ini. (EFBE@fransisbm).


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...