Kuinjakkan lagi tapakku terbelah
seratus dan seribu
seribu dan beribu-ribu
untuk kemudian setiap kali sampailah
aku pada satu kesimpulan
untuk kembali bertanya
di manakah KAU???????
Tapak terbelahku melaju
terik mentari terpantul bumi
dari segala arah menyusup tubuh
lalu di nyali berpadu
(bayangkanlah keperpaduan itu)
terik dan lelah menggental
menjelmakan serenade sumbang
ah KAU,
(ini barangkali tanyaku yang terakhir)
di manakah KAU???????
“AKU adalah di belakang kau!”
Terkejut aku,
lelah aku,
aku berbaring menatap langit senja
untuk esok mulai lagi kembaraku
dan KAU
di situ
mengalir dalam kelelapan damai!!!!!!!
Jakarta 1983
Dimuat dalam majalah bulanan Mawas Diri, No.4, Tahun XVIII, 25 April 1989, hal.24.
No comments:
Post a Comment