Setelah Yesus membasuh kaki para muridNya, Ia berkata: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yoh.13:12-15). Makna kata-kata ini ialah, kita harus melakukan karya layanan dan kasih persaudaraan terhadap satu sama lain, mengikuti teladan sang Guru. Itulah arti rohani teks itu. Tetapi kita juga harus melaksanakan secara harfiah teladan agung Guru dan Penyelamat kita. Gereja selama ini melakukan kebiasaan itu yaitu membasuh kaki. Ini menjadi salah satu upacara menarik perhatian Kamis Putih, apalagi ketika perayaan itu ditayangkan ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia.
Dulu pada gereja awal, hal itu dilakukan harfiah setiap hari. St.Paulus, ketika menyebut sifat-sifat yang harus ada pada seorang janda Kristiani, memasukkan sifat rendah hati yang tampak dalam tindakan membasuh kaki para orang kudus (1Tim.5:10), yaitu kaki kaum beriman. Dalam hidup Yesus, pembasuhan itu disinggung. Ketika Yesus masuk ke rumah seorang Yahudi dan makan di sana, Ia didatangi perempuan yang membasuh kakiNya dengan air mata dan minyak wangi dan menyekanya dengan rambut. Tindakan kasih ini dilakukan pada jaman kemartiran. Bahkan masih dilakukan pada masa yang lebih kemudian. Kisah Para Orang Kudus dari enam abad pertama, dan homili dan tulisan para Bapa Suci, banyak menyinggung kebiasaan ini. Sesudah kurun waktu awal mula itu, cinta kasih menjadi dingin, dan cara pelaksanaan dan perwujudan yang khusus dari kasih ini terbatas di biara-biara. Namun, dari waktu ke waktu, hal itu masih dilakukan juga. Kadang-kadang kita masih baca tentang para raja dan ratu yang melakukan dan memberikan teladan kerendahan hati ini. Raja suci Robertus dari Perancis, Santo Louis, biasanya membasuh kaki orang miskin. Ratu suci St.Margaret dari Skotlandia, dan Santa Elizabeth dari Hongaria, juga melakukan hal yang sama.
Gereja, yang yakin bahwa ia harus melakukan hal ini karena diteladankan oleh sang Guru (teladan mengandung imperatif), memperkenalkan praksis dan tindakan kerendahan hati ini dalam liturgi, dan dengan itu hingga kini gereja memberikan pelajaran agung di hadapan anak-anaknya. Di setiap gereja besar, imam menghormati kerendahan hati sang Penyelamat. Penghormatan itu dilakukan dengan merayakan dan mengenang kembali perbuatan itu dalam upacara pembasuhan kaki. Para uskup di seluruh dunia mengikuti teladan yang sama yang diperintahkan kepada mereka oleh Paus, yang melakukan upacara ini di Vatikan. Jadi, para pejabat tinggi gereja, juga saat ini, mau membasuh kaki orang kecil, orang miskin, dan memberi mereka sedekah berlimpah.
Dalam upacara tiruan itu, kedua belas rasul diganti dengan duabelas orang miskin yang, menurut praktek kebiasaan umum, dipilih secara khusus untuk upacara ini. Tetapi Paus membasuh kaki tigabelas imam. Mengapa tigabelas? Ada dua penjelasan. Pertama, angka itu menggambarkan jumlah lengkap para rasul, yang tiga belas orang. Kita tahu St.Matias dipilih menggantikan Yudas (sehingga angka itu menjadi 12). Tuhan sendiri, setelah naik ke surga, memanggil Paulus menjadi rasul. Di meja perjamuan akhir dulu ada tigabelas orang lalu tinggal duabelas karena Yudas pergi meninggalkan perjamuan itu. Nanti setelah Yudas bunuh diri, ia diganti Matias. Setelah Yesus naik ke surga, muncul Paulus. Itu penjelasan pertama.
Kedua, diajukan dan didukung oleh Paus Benediktus XIV, yang sangat terpelajar itu (De Festis, D.N.J.C., Lib.I.cap.vi. no.57). Konon angka tigabelas itu dipilih untuk menunjuk ke mukjizat yang dikisahkan dalam riwayat hidup St.Gregorius Agung. Paus suci ini setiap hari biasa membasuh kaki duabelas orang miskin. Sesudah itu ia mengundang mereka makan satu meja dengan dia. Pada suatu hari, muncul tamu ketigabelas: tamu itu adalah malaekat, yang diutus Allah, agar Ia boleh hadir di sana untuk melihat dan menguji dan bersaksi perihal betapa indah dan berkenanNya Ia kepada teladan kasih dan kerendahan hati sang abdinya ini.
Upacara pembasuhan kaki ini dikenal dengan sebutan Mandatum, yang diambil dari kata pertama dari teks Latin injil Yoh.13:34: Mandatum novum do vobis. Setelah Diakon atau Lektor menyanyikan Injil pada Misa Kamis Putih, imam menanggalkan pakaian misanya, mengambil kain lap, lalu membungkuk, berlutut, dan mulai membasuh kaki orang yang dipilih untuk upacara itu. Lalu ia mencium kaki kanan masing-masing orang itu setelah dibasuh. Sementara itu paduan suara mendaraskan Mandatum novum do vobis (Yoh.13:34). Lalu paduan suara menyanyikan lagu pujian yang penuh gairah dan semangat cinta kasih persaudaraan yang dilambangkan dan diungkapkan dalam simbol pembasuhan kaki: Ubi charitas, et amor, Deus ibi est.
Dulu pada gereja awal, hal itu dilakukan harfiah setiap hari. St.Paulus, ketika menyebut sifat-sifat yang harus ada pada seorang janda Kristiani, memasukkan sifat rendah hati yang tampak dalam tindakan membasuh kaki para orang kudus (1Tim.5:10), yaitu kaki kaum beriman. Dalam hidup Yesus, pembasuhan itu disinggung. Ketika Yesus masuk ke rumah seorang Yahudi dan makan di sana, Ia didatangi perempuan yang membasuh kakiNya dengan air mata dan minyak wangi dan menyekanya dengan rambut. Tindakan kasih ini dilakukan pada jaman kemartiran. Bahkan masih dilakukan pada masa yang lebih kemudian. Kisah Para Orang Kudus dari enam abad pertama, dan homili dan tulisan para Bapa Suci, banyak menyinggung kebiasaan ini. Sesudah kurun waktu awal mula itu, cinta kasih menjadi dingin, dan cara pelaksanaan dan perwujudan yang khusus dari kasih ini terbatas di biara-biara. Namun, dari waktu ke waktu, hal itu masih dilakukan juga. Kadang-kadang kita masih baca tentang para raja dan ratu yang melakukan dan memberikan teladan kerendahan hati ini. Raja suci Robertus dari Perancis, Santo Louis, biasanya membasuh kaki orang miskin. Ratu suci St.Margaret dari Skotlandia, dan Santa Elizabeth dari Hongaria, juga melakukan hal yang sama.
Gereja, yang yakin bahwa ia harus melakukan hal ini karena diteladankan oleh sang Guru (teladan mengandung imperatif), memperkenalkan praksis dan tindakan kerendahan hati ini dalam liturgi, dan dengan itu hingga kini gereja memberikan pelajaran agung di hadapan anak-anaknya. Di setiap gereja besar, imam menghormati kerendahan hati sang Penyelamat. Penghormatan itu dilakukan dengan merayakan dan mengenang kembali perbuatan itu dalam upacara pembasuhan kaki. Para uskup di seluruh dunia mengikuti teladan yang sama yang diperintahkan kepada mereka oleh Paus, yang melakukan upacara ini di Vatikan. Jadi, para pejabat tinggi gereja, juga saat ini, mau membasuh kaki orang kecil, orang miskin, dan memberi mereka sedekah berlimpah.
Dalam upacara tiruan itu, kedua belas rasul diganti dengan duabelas orang miskin yang, menurut praktek kebiasaan umum, dipilih secara khusus untuk upacara ini. Tetapi Paus membasuh kaki tigabelas imam. Mengapa tigabelas? Ada dua penjelasan. Pertama, angka itu menggambarkan jumlah lengkap para rasul, yang tiga belas orang. Kita tahu St.Matias dipilih menggantikan Yudas (sehingga angka itu menjadi 12). Tuhan sendiri, setelah naik ke surga, memanggil Paulus menjadi rasul. Di meja perjamuan akhir dulu ada tigabelas orang lalu tinggal duabelas karena Yudas pergi meninggalkan perjamuan itu. Nanti setelah Yudas bunuh diri, ia diganti Matias. Setelah Yesus naik ke surga, muncul Paulus. Itu penjelasan pertama.
Kedua, diajukan dan didukung oleh Paus Benediktus XIV, yang sangat terpelajar itu (De Festis, D.N.J.C., Lib.I.cap.vi. no.57). Konon angka tigabelas itu dipilih untuk menunjuk ke mukjizat yang dikisahkan dalam riwayat hidup St.Gregorius Agung. Paus suci ini setiap hari biasa membasuh kaki duabelas orang miskin. Sesudah itu ia mengundang mereka makan satu meja dengan dia. Pada suatu hari, muncul tamu ketigabelas: tamu itu adalah malaekat, yang diutus Allah, agar Ia boleh hadir di sana untuk melihat dan menguji dan bersaksi perihal betapa indah dan berkenanNya Ia kepada teladan kasih dan kerendahan hati sang abdinya ini.
Upacara pembasuhan kaki ini dikenal dengan sebutan Mandatum, yang diambil dari kata pertama dari teks Latin injil Yoh.13:34: Mandatum novum do vobis. Setelah Diakon atau Lektor menyanyikan Injil pada Misa Kamis Putih, imam menanggalkan pakaian misanya, mengambil kain lap, lalu membungkuk, berlutut, dan mulai membasuh kaki orang yang dipilih untuk upacara itu. Lalu ia mencium kaki kanan masing-masing orang itu setelah dibasuh. Sementara itu paduan suara mendaraskan Mandatum novum do vobis (Yoh.13:34). Lalu paduan suara menyanyikan lagu pujian yang penuh gairah dan semangat cinta kasih persaudaraan yang dilambangkan dan diungkapkan dalam simbol pembasuhan kaki: Ubi charitas, et amor, Deus ibi est.
No comments:
Post a Comment