Wednesday, March 5, 2008

mazmur 12 dan 13

Mengenal dan Mendalami Mazmur 12

Oleh: EFBE@fransisbm

Mazmur ini melukiskan doa orang saleh yang memohon pertolongan dari Tuhan, melawan orang-orang jahat. Rupanya pengaruh orang-orang jahat sangat kuat sehingga orang saleh terancam punah (ay.2). Selanjutnya dalam ay.3-5 si pemazmur mencoba melukiskan keadaan tragis akibat daya pengaruh negatif dari orang-orang jahat. Tragis sekali pelukisan yang ada di sini. Masyarakat manusia didominasi dusta; dusta itu disampaikan dengan bibir yang manis (lip servives) dan keluar dari hati yang bercabang (ay.3). Keadaan tragis ini dilanjurkan dalam ay.5, di mana orang jahat membangga-banggakan lidahnya, dan juga bibirnya.

Semua yang disebut di sini adalah alat ucap (artikulasi) dalam proses tutur (bicara) manusia. Kalau manusia berbicara, maka berbicara dengan memakai lidah, bibir, mulutnya. Sebab bahasa akhirnya tidak hanya bahasa verbal saja, melainkan juga bahasa tubuh (body language). Dan berbicara selalu berarti relasi, komunikasi. Jadi, komunikasi dan relasi antar manusia dalam masyarakat ditandai oleh tipudaya, dan manipulasi. Tampak sekali dalam mazmur ini bahwa orang amat membangga-banggakan lidahnya, dan lidah itu bahkan dijadikan sebagai tuan. Tidak ada lagi tuan di atas itu.

Rangkaian ayat 3-5 diselingi ayat 4 yang berisi doa si pemazmur yang berharap agar Tuhan segera bertindak dan tidak menangguh-nangguhkan lagi tindakan itu. Doa itu didasarkan pada suatu keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah tinggal diam. Itulah yang coba dilukiskan dalam ayat 6-9. Dalam ayat 6, Tuhan dilukiskan berbicara dalam diri orang pertama tunggal. Dan Tuhan bertindak untuk mengatasi keadaan tragis ini. Akhirnya Tuhan juga tergugah olhe doa dan keluh-kesah orang miskin.

Ayat 7-8 melanjutkan keyakinan dasar si pemazmur bahwa janji Tuhan itu tidak main-main. Sebab Ia sendiri yang mengatakannya. Ayat 9 terasa agak sulit untuk dipahami dalam konteksnya yang ada sekarang ini. Tetapi apa yang tertuang dalam ayat 9 itu dapat dilihat sebagai konsekwensi nasib buruk yang bakal dialami oleh orang-orang fasik. Kira-kira maksudnya ialah mau mengatakan bahwa memang angkatan yang jahat dan rusak ini tetap dan masih ada (ay.9), tetapi si pemazmur sangat yakin bahwa “....Engkau akan menjaga kami senantiasa terhadap angkatan ini.” (ay.8b).


Mengenal dan Memahami Mazmur 13

Oleh: EFBE@fransisbm

Mazmur ini melukiskan doa pribadi, yang mengungkapkan satu iman dan kepercayaan yang sangat kuat akan Allah. Mazmur ini mengingatkan kita akan fakta bahwa doa tidak lain adalah perkara berelasi, dan berkomunikasi, atau berdialog, berbicara dengan Allah. Tetapi relasi itu tidak selalu serba mudah. Relasi itu sering sekali juga amat sulit. Terkadang ada perasaan bahwa seakan-akan Tuhan sudah tidak ingat lagi akan kita. Terkadang ada juga perasaan seolah-olah Tuhan sudah tidak sudi lagi memandang kita (ayat 2). Tidak jarang dalam doa, kita merasa seakan-akan Tuhan tidak peduli, tidak menaruh per-hati-an, tidak mau mendengarkan. Akibatnya, saya pun (baca: si pendoa) lalu berkutat dengan diri sendiri, dengan segala perpusingan dan perjuangan hidupnya. Semuanya lalu bermuara pada kesedihan, ditambah lagi dengan cercaan yang dilontarkan oleh para musuh (ayat 3).

Kedua ayat ini melukiskan betapa doa itu tidak selalu mudah. Doa itu adalah perjuangan. Untuk dapat berdoa dengan baik perlu perjuangan, perlu ketahanan rohani. Dan untuk dapat sampai ke sana kita perlu latihan yang banyak, latihan terus menerus. Jadi, mazmur ini mengajari kita satu spiritualitas doa: bahwa doa tidak hanya sebuah pengalaman sukacita dan penghiburan semata-mata. Doa juga bisa berarti tetes air mata, kesedihan, dan bahkan kesepian, seakan-akan berhadapan dengan tembok dingin yang diam dan bisu.

Tetapi dalam ayat 4-6 kita dapat merasakan adanya satu loncakan besar dalam keyakinan si pendoa ini. Mana loncatan itu? Ia tetap berharap dan memohon agar Tuhan sudi memandang dia dan menjawab dia (ayat 4). Ia berharap akan intervensi Allah juga secara fisik dalam matanya. Tetapi itu semua tidak demi keangkuhan dan kepentingan pribadi semata-mata, melainkan agar para musuhnya bisa menjadi jera; kalau perlu agar para musuhnya itu bisa bertobat (ayat 5).

Akhirnya, walaupun doa itu tidak selalu mudah, tetapi si pemazmur ini tetap percaya akan Allah dan karya penyelamatanNya. Fakta bahwa ia masih hidup dan masih terus menerus bisa berdoa, walaupun sulit, hal itu sudah cukup menjadi alasan yang cukup memadai bagi si pemazmur ini untuk memuji-muji Allah. Sebab semua yang terjadi dan dialaminya selama ini adalah bukti kasih dan kebaikan Allah kepadanya, dalam dan atas hidupnya (ayat 6). (EFBE@fransisbm).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...