Tuesday, March 11, 2008

Manusia Menjual Sesamanya
Oleh:
EFBE@Fransisbm.

Tanggal 25-26 Februari silam saya diundang Komisi Keadilan dan Perdamaian dan Pastoral Migran dan Perantau KWI untuk menjadi pengamat proses dan narasumber untuk teologi biblika dalam Seminar dan Workshop tentang Human Trafficking dan Pekerja Migran. Dalam Workshop itu hadir beberapa pembicara. Pertama, dari IOM, perempuan muda dan cantik dan cerdas, Elisabeth. Kedua, Duta Pekerja Migran, Franky Sahilatua. Ketiga, dari BP2NTKI, Jumhur Hidayat. Keempat, Mabes Polri, saya lupa namanya. Kelima, dari Komnas Perempuan, lupa juga namanya. Di sore hari, ketika saya diminta memberikan hasil pengamatan saya, ada beberapa hal yang saya kemukakan.
Pertama, ternyata persoalan perdagangan manusia itu adalah persoalan abadi. Dalam Kitab Suci pun ada cerita tentang perdagangan manusia dan praktek penghilangan orang. Yusuf adalah model paling terkenal dari korban perdagangan manusia. Begitu juga dengan seluruh sejarah perbudakan manusia. Bahkan Yesus sendiri pun menjadi korban human trafficking itu. Saya masih ingat, tahun 2006 silam, ketika buku tentang injil Yudas muncul ke permukaan, saya diundang sebagai salah satu pembicara untuk meluncurkan buku itu di keuskupan Bandung, dalam kerjasama Gramedia, K3S, dan Rumah Buku Alebene. Dalam pengantar, saya mengatakan bahwa Yudas menjual Yesus, tetapi Yudas tidak menjadi kaya, malah ditimpa rasa bersalah yang ngeri dan berkepanjangan, yang sedemikian rupa sehingga kemudian kakinya tersandung di tanah yang dibelinya dengan uang hasil penjualan Yesus. Dikatakan bahwa ususnya terburai di tempat itu. Ada lagi kesaksian yang mengatakan bahwa ia mati bunuh diri dengan gantung diri di pohon di kebun yang dibelinya dengan uang itu. Tetapi dewasa ini, gramedia menjual Yudas, dan gramedia meraup untung besar.
Kedua, saya menjadi sangat sedih dengan rasa kemanusiaan global kita. Mengapa? Karena dari data yang diberikan oleh beberapa narasumber tadi, terbukti bahwa sumber devisa ketiga dari total pendapatan dunia adalah hasil perdagangan manusia. Sumber nomor satu ialah perdagangan senjata, baik itu senjata resmi dan terang-terangan di pasar resmi, maupun perdagangan senjata di pasar gelap. Sumber nomor dua ialah dari perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Jadi, bukan dari sumber daya alam. Ini sungguh mengerikan. Mengapa? Karena kedua komoditas nomor satu dan dua adalah komoditas destruktif, yang sangat berbahaya bagi manusia dan kemanusiaan. Berapa banyak anak manusia mati karena perang yang membutuhkan persenjataan itu? Bahkan secara tidak langsung, banyak anggaran untuk pendidikan dan sandang-pangan dikurangi demi anggaran pertahanan dan senjata. Berapa banyak manusia menjadi korban obat-obatan terlarang di dunia ini? Yang paling menyedihkan saya ialah, bahwa komoditas nomor tiga ternyata sesama manusia itu sendiri. Manusia memperdagangkan manusia. Homo homini lupus. Homo homini canis. Homo homini crocodilus. Entah sampai kapan kenyataan ini akan berlangsung terus.
Yang jelas ini menjadi tantangan kemanusiaan kita semua. Ini menjadi panggilan kita semua, panggilan gereja, panggilan KWI, panggilan pemerintah, panggilan LSM, panggilan penegak hukum (Hakim, Polisi), dll. Saya akhiri renungan dan pengamatan saya dengan seruan dan himbauan: mari kita bersama-sama mencoba mengakhiri kekejaman dan kekejian ini mulai dari lingkungan kita sendiri yang paling dekat.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...