Thursday, March 27, 2008

Arti Penting Apresiasi Mazmur

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm).

Krisis Apresiasi Mazmur: Pengalaman dan Pengamatan di Lapangan
Dalam rapat DPP St.Martinus, Margahayu, Bandung kira-kira pada awal tahun 2007 silam, Pastor Paroki mengeluhkan tentang rendah atau kurangnya apresiasi di kalangan umat akan mazmur-mazmur. Disinyalir bahwa Mazmur-mazmur itu terasing dari penghayatan hidup rohani umat. Umat juga sebaliknya, terasing dari khasanah spiritualitas doa-doa mazmur itu. Keluhan itu sebenarnya sangat sejalan dengan keprihatinan dan pengamatan saya sendiri. Padahal kita semua sudah tahu bahwa mazmur dalam perayaan Ekaristi dipakai sebagai pengantar bacaan (Mazmur antar bacaan) dan ayat pada bait pengantar Injil. Tetapi mungkin karena fungsinya yang "antar" bacaan itu "saja", yaitu mengantar bacaan yang diandaikan atau diduga jauh lebih penting (dan memang demikian), atau ia sekadar berada "di antara" bacaan-bacaan, yaitu bacaan pertama dan bacaan kedua dan injil. Ya siapa tahu memang ada efek seperti itu). Jadi, walau pun dipakai sebagai mazmur antar bacaan dan ayat dalam bait pengantar injil, tetapi rasanya apresiasi umat akan Mazmur itu sangat kurang (walau untuk menarik dan menegaskan kesimpulan seperti ini perlu suatu penelitian lapangan yang cukup mendalam dan teliti).
Selain itu diamati juga bahwa Mazmur antar bacaan dalam ekaristi itu pun tidak dihargai juga sebagaimana mestinya terutama dalam perayaan ekaristi di lingkungan-lingkungan, sehingga sebagai ganti Mazmur antar bacaan, orang menyanyikan lagu yang lain sama sekali yang tidak sesuai dengan mazmur antar bacaan yang ada, dan juga tidak sesuai dengan injil yang akan dibacakan. Padahal sudah tersedia buku mazmur antar bacaan dengan lagu dan melodi yang indah-indah dan sangat menyenangkan yang bisa dihafalkan menjadi semacam syair umat. Misalnya: Tuhanlah Gembalaku, Tiada Kekurangan Aku. Atau Tuhan adalah kasih setia, bagi orang yang berkenan pada perjanjianNya. Atau Allahku, ya Allahku, mengapa Kau tinggalkan daku? Pokoknya semuanya indah-indah dan menyenangkan hati.
Boleh jadi hal itu disebabkan karena kita tidak bisa mengapresiasi puisi lagi, padahal mazmur adalah doa-doa puitis. Boleh jadi juga, karena kitab mazmur itu telah dianggap sebagai fosil doa belaka, yaitu doa-doa dari masa silam. Siapa tahu? Maka dalam dan melalui tulisan singkat dan sederhana ini, saya mencoba membangkitkan apresiasi kita (umat) akan Mazmur sebagai kitab doa kita. Berhasil atau tidaknya upaya ini, tergantung pada keterbukaan kita untuk berubah. Mari kita berdoa untuk perubahan itu, dan semoga perubahan itu bisa berbuah.
Mengapa Apresiasi Mazmur?
Mungkin ada orang yang secara spontan akan bertanya, mengapa dan untuk apa kita mengapresiasi mazmur? Di bawah ini saya memberikan beberapa argumen penting dan singkat untuk menjelaskan alasan apresiasi mazmur itu.
Pertama sekali, kiranya kita semua sudah tahu bahwa di dalam kitab Mazmur terkandunglah doa dan spiritualitas doa warisan luhur hidup rohani Yahudi yang paling indah dan sangat luhur. Selain paling indah, doa-doa yang terkandung dalam kitab mazmur pun adalah doa-doa yang sangat kaya dan paling mendalam. Kemanjuran doa-doa itu sudah terbukti dalam tradisi doa Yahudi dan Kristiani yang sudah sangat panjang usianya. Kita tidak dapat mencatat lagi berapa banyak orang yang hidup rohaninya dibentuk dan diperkaya oleh tradisi doa mazmur ini. Jadi, sejarah sudah membuktikan dengan sangat kuat bahwa mazmur terbukti berhasil membentuk hidup rohani orang sepanjang masa, baik itu hidup rohani orang Yahudi, maupun hidup rohani orang Kristiani. Tidak dapat disangkal bahwa mazmur mengandung seni puisi kerohanian yang sangat tinggi, indah dan sekaligus mendalam.
Kedua, kiranya kita juga sudah tahu bahwa mazmur adalah doa Yesus sendiri. Sebagai orang Yahudi, Yesus pasti mendaraskan atau mengucapkan doa-doa mazmur ini dalam hidupNya sehari-hari. Bahwa dalam perumpamaan Yesus muncul sosok Gembala Yang Baik (bahkan Ia mengidentifikasi diri sebagai Gembala Yang Baik itu, Yoh.10) kiranya itu pasti dilatar-belakangi oleh citra Tuhan sebagai gembala yang ada dalam Kitab Mazmur (Mzm.23) maupun dalam kitab nabi Yehezkiel itu (Yeh.34), dan kitab-kitab lainnya (Kej.48:15; Yes.40:11). Bahkan di atas salibpun Yesus bermazmur: Eli, Eli, Lama sabhaktani? Atau AllahKu, ya AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Daku (Mat.27:46). Kita semua tahu bahwa menjadi Kristiani tidak lain berarti menjadi para pengikut Kristus. Maka sebagai para pengikut Kristus kita harus memakai mazmur ini sebagai doa kita sebagaimana Yesus sendiri dulu telah memakainya sebagai kitab doaNya juga. Kita harus menyelami misteri kekayaan kitab Mazmur ini. Sebab dalam kitab mazmur kita dapat menemukan pelukisan sangat indah mengenai dinamika relasi iman manusia dengan Allah. Di dalam kitab mazmur kita dapat menemukan kembali rekaman dan endapan perjuangan hidup orang beriman dalam relasi iman dengan Allah (bdk.Mzm.62, yang melukiskan perasaan tentang karena berada di dekat Allah; Mzm.63 yang melukiskan dinamika kerinduan manusia akan Allah).
Ketiga, seluruh tradisi gereja yang panjang usianya, mengafirmasi pemakaian kitab mazmur ini sebagai doa. Afirmasi gereja itu tampak paling kuat dan kentara dalam liturgi. Memang dalam liturgi kita dapat menemukan bahwa mazmur banyak dipakai dan dikutip. Brevir atau doa berkala (Ofisi Ilahi) di mana orang mendaraskan mazmur-mazmur. Mazmur antar bacaan dalam ekaristi memakai mazmur. Itu tidak sangat mengherankan karena kitab mazmur adalah samudera doa yang sangat indah dan mendalam. Seluruh aspek doa dapat ditemukan dalam mazmur. Misalnya, di sana kita dapat menemukan lagu atau doa pujian dan syukur (Mzm.18; 21;30), lagu atau doa ratapan (tidak jarang dalam doa kita menangis dan meratap; Mzm.22), ada juga lagu atau doa permohonan (Mzm.57; 59; 60; 83); ada juga mazmur yang mencoba membangkitkan harapan di tengah jurang keputus-asaan (Mzm.73; 123; 126). Tidak ketinggalan dalam mazmur dapat ditemukan nasihat-nasihat hikmat-didaktis (Mzm.1).
Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa mazmur adalah sekolah doa, sekolah kesalehan, sekolah iman. Maka mulailah membaca mazmur. Semoga kita semua dapat menemukan apa yang selama ini dirasakan oleh saya, dan oleh banyak orang Kristiani lain sepanjang sejarah.
Jalan Keluar Dari Krisis Apresiasi Mazmur
Kalau kini disinyalir ada "krisis" mazmur maka mungkin bisa diupayakan beberapa jalan keluar untuk mengatasi kritis tersebut. Di bawah ini kami mencoba memberikan beberapa usul jalan keluar itu.
Pertama, mungkin ada baiknya, kita di tingkat paroki mulai berpikir untuk membentuk kelompok penyanyi mazmur gereja, seperti halnya kita juga mempunyai kelompok lektor. Kalau Lektor adalah pembaca (itulah arti dasar dari kata Lektor itu), maka penyanyi mazmur gereja boleh saja kita sebut pemazmur, atau cantor (cantores, plural), penyanyi. Kedua, mungkin ada baiknya perlu dihimbau agar dalam ekaristi lingkungan petugas liturginya membacakan atau kalau bisa menyanyikan mazmur untuk antar bacaan pada hari itu, dan tidak menggantinya dengan lagu lain menurut selera sang pemimpin nyanyian. Praksis selama ini tidak seluruhnya juga dapat dipersalahkan, mungkin karena selama ini memang orang tidak tahu, dan karena itu diganti dengan lagu yang lain yang bukan mazmur. Oleh karena itu, perlu diarahkan dengan lebih baik, dan dengan pembekalan yang seperlunya juga.
Ketiga, mungkin juga perlu diadakan kursus kitab suci khusus tentang kitab Mazmur di kalangan umat kita. Siapa tahu kurus yang diadakan itu akan mampu membangkitkan dan meningkatkan apresiasi umat akan Kitab Mazmur itu sendiri. Keempat, sejalan dengan usul kursus mazmur, mungkin perlu juga diadakan seminar sehari mengenai Mazmur terutama mazmur sebagai doa. Jadi, kalau kursus kitab Mazmur mungkin dinilai terlalu panjang dan memakan banyak waktu, maka cukup diadakan sebuah seminar sehari tentang Mazmur sebagai buku dan sekolah Doa.
Dan tujuan akhir semua ini ialah agar mudah-mudahan dengan cara ini akan muncul apresiasi dan kecintaan umat akan mazmur. Mudah-mudahan dengan cara itu juga umat bisa menghayati mazmur sebagai doa yang kaya, indah, dan mendalam, sehingga akhirnya mazmur tidak terasing dari umat dan umat pun pada gilirannya tidak terasing juga dari mazmur.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...