Thursday, June 11, 2020

LAGU ANAK-ANAK BERMASALAH? BAGIAN 2

Oleh: Fransiskus Borgias 

Tatkala menonton video tersebut, pertama-tama kesan spontan yang muncul dalam hati saya ialah bahwa selama ini, setiap kali saya mendengar ataupun menyanyikan lagu-lagu itu, sama sekali tidak pernah muncul bayangan pikiran kebencian seperti yang dilukiskan di dalam ceramah itu. Poetic imagination saya tatkala mendengar lagu NAIK KE PUNCAK GUNUNG itu, ialah bahwa si pencipta lagu itu sedang membangun angan-angan di dalam benak para penyanyi anak-anak akan situasi di pegunungan yang ada di kawasan Puncak Jawa Barat ataupun di Kawasan Tretes di Jawa Timur sana. Ataupun di pelbagai tempat yang lain, di mana mata kita disuguhi pemandangan alam yang sangat indah dan penuh dengan pohon-pohon pinus dan cemara. Tidak pernah terlintas sedikit pun di sana bahwa di bagian awal lagu itu kita sedang membayangkan membuat tanda salib seperti yang dibuat oleh Leonard Messi (yang memang disinggung secara khusus oleh si penceramah) saat membuat selebrasi setiap kali bisa menjebol gawang lawan. 

Entah dari mana datangnya, pikiran buruk si penceramah itu? Anak-anak coba diberi motivasi dengan bentuk syair lagu untuk bisa dekat dengan alam dan mengapresiasi alam dan juga mencintainya. Eh malah di hati sang ustad lagu itu dijadikan sebagai ajang kampanye kebencian terhadap salib. Bagi saya ini sebentuk staurophobia yang unik sekali. Kalau staurophobia yang selama ini saya kenal ialah rasa benci dan takut (phobia) akan semua benda dan bentuk benda yang mirip-mirip stauros (salib). Dan sekarang, staurophobia mendapat dimensi baru, yaitu rasa takut akan sebuah bentuk deskripsi verbal yang dianggap mempunyai asosiasi yang sangat kuat dengan salib. 

Tatkala saya membicarakan hal ini, saya langsung bertanya dalam hati: siapakah yang menciptakan lagu itu? Apakah dia orang Kristen (Katolik maupun Protestan) ataukah orang Islam. Kalau toh dia orang Kristen maka saya sangat yakin bahwa saat dia menciptakan lagu itu, dia sama sekali tidak mengkonstruksi verbal ayat-ayat lagu sebagai semacam salib. Dia hanya mencoba mendeskripsikan alam dalam bentuk kalimat syair lagu yang efektif dan indah. Dan jadilah konstruksi seperti itu. 

Sekarang, kalau si pencipta lagu itu adalah orang Islam? Hemmm.... Saya andaikan saja bahwa penciptanya orang Islam. Apakah dia, sebagai seorang Islam, memang pernah memikirkan Salib ataupun bentuk salib (cruciform) saat ia memilih kata-kata dan menyusun kata-kata syair lagu tersebut sehingga berbentuk seperti yang sekarang kita kenal? Rasanya tidak mungkin sejauh itu. Kalau si pencipta syair lagu itu adalah orang Islam, kiranya jelas dia sama sekali tidak mempunyai niat untuk menebar kebencian. Oleh karena itu, konotasi yang mengandung unsur "menebar kebencian" hanya ada dalam benak si ustad penceramah saja. Dialah yang mempunyai imijinasi religius yang tidak puitis, yang tidak romantis, dan tidak naturalis. Dan dari sana muncul benih-benih kebencian dan memprodusir ceramah-ceramah yang mengumbar rasa benci. 

Poin saya yang lain yang terkait dengan lagu NAIK-NAIK KE PUNCAK GUNUNG ini ialah bahwa, kalau toh benar bahwa lagu itu diciptakan oleh orang Kristen, rasanya tidak mungkin dia punya niatan apa pun untuk memakai lagu-lagu tersebut untuk alat pewartaan iman Kristiani lewat upaya penggambaran akan salib. Kiranya penyebaran iman Kristen tidak akan pernah memakai cara-cara yang aneh seperti itu. Cara-cara penyebaran iman Kristen selama ini ialah pewartaan yang normal saja, pewartaan biasa, dan kalau atas penyelenggaraan Ilahi ada yang merasa tertarik maka orang itu akan diterima ke dalam komunitas. Tetapi itupun harus melewati suatu proses dan pentahapan yang tidak mudah sebelum orang itu dibaptis. 

Jadi, adalah sangat keliru kalau ada anggapan bahwa lagu itu adalah alat proses Kristenisasi. Proses Kristenisasi tidak perlu memakai hal-hal seperti itu. Sebab penyebaran iman Kristiani, menurut paham orang Kristen, adalah hasil karya Roh Kudus juga, bukan terutama hasil usaha manusia. Dan walaupun itu hasil karya Roh, tidak otomatis bahwa orang yang bertobat akan langsung dibaptis dan diterima begitu saja. 

Bersambung.... 

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...