Monday, March 4, 2019

MEMAHAMI DAN MENIKMATI KIDUNG AGUNG 3:6-11

Oleh: Fransiskus Borgias M.
Penulis: Dosen Teologi Biblika FF-UNPAR Bandung, Anggota LBI dan ISBI.




Dalam Kitab Suci kita, perikope ini diberi judul “Iring-iringan mempelai”. Dalam buku-buku tafsir berbahasa Inggris, bagian ini diberi judul “Perarakan Perkawinan Salomo”. Jadi, penggalan teks ini berbicara tentang pesta perkawinan. Sesungguhnya kedua judul itu kurang lebih sama saja. Walaupun judul yang kedua terasa lebih eksplisit daripada yang pertama. Kita juga harus menyadari bahwa teks yang ada di sini merupakan sebuah penggalan puisi. Teks puitis ini terasa mencolok karena sang pembicara tidak bisa dikenal dengan baik. Maksudnya, tidak begitu jelas siapakah yang berbicara di sini, apakah si mempelai perempuan, ataukah kekasih pria, ataukah justru seorang yang lain. Saya cenderung untuk mengatakan bahwa yang berbicara di sini adalah orang lain yang menunjuk kepada Salomo dan kemudian mengajak kaum perempuan yang konon mau datang untuk menyongsong sang tamu ajaib tersebut. Terasa mencolok juga bahwa di dalam teks ini juga tidak ada dialog.

Dalam ayat 6-8 dan 9-10 kita dapat menemukan dua pelukisan. Pertama, pelukisan mengenai “tempat tidur” Salomo yang dibawa dengan suatu perarakan meriah dari arah padang gurun (ay 6-8). Tempat tidur itu sangat indah dan wangi (karena ditaburi wewangian, mur, kemenyan, serbuk wangi, ay 6-9). Iring-iringan itu dikawal oleh sepasukan pengawal profesional dan terlatih (ay.7-8). Karena yang dikawal itu adalah seorang raja, maka para pengawal itu membawa pedang. Lagipula mereka berjalan di waktu malam. Pelukisan ini dibalut dalam sebuah bentuk pertanyaan retoris. Pertanyaan yang serupa itu muncul lagi dalam Kid 8:5. Tetapi di sana, pertanyaan retoris itu terutama menyangkut sang perempuan, sang kekasih itu. Di sini pertanyaan retoris itu menyinggung mengenai perarakan para pengawal raja yang terdiri atas pasukan elit dan cerdas. Kedua, pelukisan mengenai tandu pengusung sang mempelai sendiri, yaitu Salomo. Bahan untuk tandu tersebut dibuat dari kayu pilihan yang diambil dari Libanon. Tidak hanya itu saja. Tiang-tiang pada tandu tersebut terbuat dari perak. Dan sandaran sang mempelai juga terbuat dari emas. Tempat duduk di dalam tandu tersebut berwarna ungu. Dan warna ungu sendiri memang merupakan warna yang melambangkan kebesaran (keagungan) dari sang raja itu sendiri. Lalu dikatakan bahwa bagian dalam dari tandu itu terbuat dari kayu arang.

Sejujurnya saya tidak begitu tahu apa itu kayu arang. Yang jelas, bukan terbuat dari kayu-kayu yang sudah menjadi arang, melainkan dari kayu-kayu yang kuat dan mahal sehingga orang sering memakainya untuk perhiasan interior entah rumah ataupun hal-hal lain. Dalam hal ini misalnya menghiasi bagian dalam dari tandu sang raja mulia. Perhatikanlah dengan baik bahwa dalam ayat 11 kita membaca adanya sebuah ajakan kepada para puteri Yerusalem untuk keluar dari rumah-rumah mereka dan sekalian juga diajak untuk menyaksikan sang baginda raja di dalam busana keagungannya sebagai seorang raja. Hal itu terutama sekali tampak dengan mahkota yang dikenakan padanya oleh sang ibundanya. Perlu diperhatikan bahwa, jika teks Kidung Agung ini pada umumnya dipandang sebagai sebuah teks yang keluar dari sebuah perayaan perkawinan, maka hendaknya disadari bahwa inilah satu-satunya dalam seluruh teks Kidung Agung yang menyinggung secara eksplisit mengenai pesta perkawinan. Artinya di tempat lain di dalam kitab ini kita tidak akan menemukan singgungan eksplisit tentang perkawinan itu. hanya ada di sini. Namun demikian, teks tentang perarakan perkawinan itu sangat kuat sehingga saya berpendapat bahwa teks itu bisa menggambarkan seluruh isi Kitab itu sendiri.


Taman Kopo Indah II Blok D4 No.40.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...