Wednesday, November 14, 2018

BUNDA DARI LA VANG

Oleh: Dr.Fransiskus Borgias M.
Dosen Teologi Biblika pada FF-UNPAR Bandung, dan Anggota LBI.



Dari bulan September hingga bulan Desember 2014 saya tinggal di Maryland Amerika Serikat karena pada saat itu saya sedang melaksanakan Sandwich-programme pada Georgetown University (universitas milik Yesuit yang terkenal itu) yang terletak di dalam kawasan Washington DC. Selama tinggal empat bulan di sana, saya mengunjungi tempat-tempat wisata yang terkenal. Salah satunya ialah Basilika Santa Perawan Maria yang berukuran raksasa yang terletak di dalam kawasan Catholic University of America. Lebih dari lima kali saya datang ke sana untuk berdoa dan juga untuk berwisata. Sebab ada banyak sekali aspek dari gereja itu yang bisa diceritakan. Kali ini saya mau menceritakan salah satu aspek dari gereja tersebut. Yang jelas dalam Gereja itu ada banyak sekali Kapel devosional yang dibaktikan kepada pelbagai tempat ziarah Maria yang terkenal di seluruh dunia. Salah satunya ialah kapel Bunda dari La Vang.

Kapel Bunda dari La Vang ini berasal dari Vietnam. Kapel La Vang sendiri di Vietnam berasal dari pengalaman historis Umat Katolik di sana. Hampir sepanjang abad ke-18, Vietnam mengalami situasi kacau-balau karena terjadi beberapa drama perebutan kekuasaan. Ada banyak pihak yang ingin berkuasa. Selain itu ada juga beberapa pemberontakan para petani. Maka tidaklah mengherankan kalau ada banyak pasukan pemberontakan yang muncul dan berkeliaran di seluruh negeri itu. Semuanya mengganggu keamanan dan stabilitas negeri itu.

Perlu diketahui bahwa agama Katolik mulai masuk ke sana sejak abad ke-16 antara lain dengan tokoh pewarta yang terkenal di sana, seorang Yesuit yang bernama Alexander de Rhodes itu (kurang lebih sejaman dengan Fransiskus Xaverius yang terkenal di Indonesia, Formosa, Jepang). Sebagaimana de Rhodes menghasilkan sebuah katekismus untuk orang-orang Vietnam, begitulah juga Fransiskus Xaverius pun menghasilkan katekismus bagi orang-orang di Ambon, Ternate (mungkin juga pernah di Flores Timur dan Timor Leste). Tetapi pada abad ke-18 tadi, Kaisar yang bernama Canh Thinh, sangat membatasi ruang gereka gereja; bahkan lebih dari itu ia juga menghambat perkembangan gereja. Tindakan itu ia lakukan karena ia takut bahwa Gereja itu nanti akan menjadi sangat kuat dan menguasai negeri itu. Oleh karena itu, ia pun mulai melakukan tindakan pengejaran dan penyiksaan (persekusi) terhadap Gereja dan jemaat Kristiani yang ada di sana.

Tatkala tindakan persekusi dari sang kaisar itu sudah sangat menjadi-jadi, orang-orang Kristen dari desa-desa setempat dan paroki-paroki setempat melarikan diri ke hutan rimba di daerah La Vang. Menurut kata legenda historis, istilah atau nama La Vang itu sendiri berasal dari kata bahasa Vietnam yang artinya ialah “berseru” ataupun “menangis”. Makna ini biasanya mengacu kepada dua hal berikut ini. Pertama, ia mengacu kepada suara-suara para pelarian itu yang mencoba mengusir binatang-binatang buas yang mengancam mereka. Kedua nama itu juga mengacu kepada teriakan minta tolong dari orang-orang Kristen yang dikejar-kejar dan dianiaya tadi. Tetapi, sekali lagi, itu kata cerita legenda. Kata para ahli bahasa modern lain lagi. Menurut mereka kata La Vang itu berasal dari sebuah kebiasaan kuno orang-orang Vietnam (kiranya juga kebiasaan itu ada di tempat lain) yaitu kebiasaan untuk memberi nama kepada satu tempat berdasarkan jenis pohon atau tetumbuhan yang ada di tempat itu, yaitu La (Daun) Vang (bebijian herbal). Jika ini benar, tentu saja ini adalah sejenis toponim, nama tempat berdasarkan pohon yang ada di sana.

Konon saat mereka mengungsi dan bersembunyi di hutan itu, jemaat gereja tadi berkumpul setiap malam di bawah sebuah pohon besar untuk berdoa rosario. Dan terjadilah sebuah keajaiban, sebuah mukjizat. Pada suatu malam seorang perempuan cantik yang mengenakan jubah yang berwarna agung-cemerlang, sambil menggendong seorang bayi, menampakkan diri kepada mereka. Ia memperkenalkan diri kepada mereka sebagai Bunda Tuhan. Dikatakan bahwa pada saat itu ia juga menghibur dan menguatkan hati mereka. Ia memberi kepada mereka sebuah tanda khusus dari perhatiannya yang penuh kasih. Tanda itu berupa daun pakis (fern) untuk mengobati sakit dan luka-luka tubuh mereka. Sang Bunda juga berjanji untuk menerima doa-doa mereka dengan kelemah-lembutan seorang ibu. Sang Bunda menampakkan diri banyak kali di tempat yang sama ini selama hampir 100 tahun masa penindasan dan pengejaran agama tersebut.

Kapel Bunda Kita La Vang terletak di dusun yang dewasa ini dikenal sebagai Hiu Phu, di daerah Mai Link, Propinsi Quang Tei, di Vietnam Tengah. La Vang menjadi Pusat Maria Nasional Vietnam pada tanggal 13 April 1961. Paus Yohanes xXIII mengangkat Gereja Bunda Kita La Vang ke tingkat Basilika minor pada tanggal 22 Agustus 1961.

Sebagai akibat perang saudara antara Vietnam Utara dan Selatan pada tahun 70an, maka banyak orang Vietnam mengungsi ke luar ke berbagai negara meminta suaka. Misalnya ada yang berlari ke Indonesia (dan cukup lama menempati pulau Galang, di Bangka Belitung Selatan). Ada juga yang ke Australia. Waktu di Belanda saya juga mengenal komunitas orang Vietnam yang meminta suaka di sana. Tentu ada juga yang meminta suaka ke Amerika Serikat. Maka terbentuklah komunitas Vietnam yang kuat di Amerika Serikat. Ada dari kalangan orang-orang ini yang menjadi orang sukses, baik sebagai pedagang, maupun sebagai ilmuwan, teolog, dan pelbagai macam profesi lainnya. Waktu di Georgetown University saya bekerja sama dengan seorang profesor Teologi yang merupakan kelompok pengungsi akibat perang Vietnam itu. Dia adalah Prof.Dr.Peter C.Phan.

Komunitas orang-orang Vietnam di Amerika Serikat ini kemudian berjuang agar kapel La Vang itu juga dimasukkan sebagai salah satu kapel devosional di Basilika St.Maria tersebut. Tentu saja untuk tujuan itu mereka harus mengumpulkan dana yang tidak sedikit. Dan mereka mampu melakukannya. Maka kapel Bunda Maria dari La Vang itu pun sekarang bisa dinikmati sebagai bagian utuh dari Basilika Santa Maria tersebut. Saat saya mengunjungi kapel itu pada awal Oktober 2014, saya menyaksikan bahwa ada cukup banyak juga pengunjung yang kiranya sebagian besar orang Katolik itu, berdoa di dalam Kapel tersebut.

Saat kita memasuki kapel itu, maka kita akan melihat bahwa di sebelah kiri ada sebuah mosaik indah, yang melukiskan ke-114 martir Vietnam (nama-nama mereka tertera pada plakat perunggu; termasuk dalam nama-nama itu ialah dua nama yang sudah tidak asing lagi bagi kita karena sudah masuk ke dalam kalender liturgi kita, Andreas Dung Lac dan kawan-kawan). Mereka dikanonisasi oleh Paus Paulus VI. Di sebelah kanan juga ada sebuah mosaik yang indah. Mosaik ini melukiskan angkatan-angkatan kaum beriman di Vietnam. Mereka dilukiskan dalam pakaian mereka pada jaman itu.

3 comments:

Unknown said...

Terimakasih Pak Frans atas sharingnya. Kepercayaan orang atas kehadiran dan kebaikan Bunda Maria nampaknya universal.Mungkin karena Pak Frans berasal dari daerah yang memiliki devosi kuat terhadap Bunda Maria,Pak Frans lebih peka akan hal seperti ini. Saya sendiri ingat dengan baik betapa orang Belanda provinsi Brabant menghargai dan menghormati Bunda Maria.Kapel bunda Maria di katedral 'Denbosch adalah representasi fenomena ini. Again, thanks for sharing Pak Frans.

canticumsolis said...

Brother or Sister UNKOWN...
Trima kasih sudah mampir memberi komentar di sini.... sayang saya tidak tahu nama anda. tapi tidak apa-apa.

hanya saya punya pandangan tersendiri mengenai asal saya yang dikatakan "...berasal dari daerah yang memiliki devosi kuat terhadap Bunda Maria."

saya kira itu tidak hanya ada di daerah asal saya. Ini adalah sesuatu yang khas di semua daerah Katolik. Di mana pun ada orang Katolik, pasti ada devosi Maria...

begitulah tanggapan saya. salam dan hormat....

BELAJAR BAHASA said...

kisah yang menarik

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...