Monday, April 13, 2015

MENIKMATI MAZMUR 118

OLEH: Fransiskus Borgias M.

Pengalaman akan Allah bisa mempunyai banyak wujud. Salah satunya, pengalaman akan kasih-setia dan kerahimanNya. Ada orang lain yang mengalami keagungan Allah dan merasa terpesona oleh keagungan itu dan terdorong menyerukannya dengan lantang. Ada juga orang lain yang mengalami pengalaman Allah itu secara negatif, dalam rupa pengalaman yang kurang menyenangkan, tetapi oleh si subjek pengalaman itu, pengalaman tersebut diolah sedemikian rupa sehingga bernilai rohani. Dalam Mazmur 118 ini kita menemukan model pertama, yaitu orang yang mempunyai pengalaman akan kasih-setia dan kerahiman Allah.

Sebelum melangkah lebih lanjut, baiklah kita melihat beberapa hal terkait mazmur ini. Pertama, judul mazmur ini ialah “Nyanyian puji-pujian.” Mazmur ini cukup panjang, 29 ayat. Untuk menikmatinya, saya membaginya dalam beberapa unit. Pertama: ayat 1-4. Kedua: 5-9. Ketiga: 10-12. Keempat: 13-18. Kelima: 19-21. Keenam: 22-23. Ketujuh: 24-25. Kedelapan: 26-27. Kesembilan: 28-29. Kita nikmati mazmur ini dengan melangkah dari unit pertama sampai terakhir. Mazmur ini dibuka dan ditutup dengan seruan yang sama: Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya (ay.1.29). Kedua ayat ini menjadi bingkai awal dan akhir. Di tengah bingkai ini, pemazmur menguraikan dinamika pengalaman rohaninya secara rinci.

Unit pertama, hanya mengulang keyakinan bahwa kasih-setia (hesed) Tuhan itu kekal abadi. Penekanan itu ia lakukan dengan mengajak tiga kelompok: Israel (ay.2), Harun (ay.3), dan orang yang takut akan TUHAN (ay.4). Jika dua kelompok pertama terasa eksklusif, maka kelompok ketiga, menjadi sangat inklusif, merangkul siapa saja, sejauh mereka itu adalah orang yang takut akan TUHAN. Berdasarkan keyakinan bahwa kasih-setia TUHAN itu kekal, maka dalam unit kedua, ia mencanangkan keyakinannya bahwa Ia hanya mengandalkan TUHAN dalam hidup ini. Apapun yang ia alami, ia tidak goyah: Ia berpegang teguh pada Tuhan, penolong, pembebas (ay.5), pelindung (ay.9). Segala kekuasaan lain relatif, tidak berarti apa-apa di hadapan Tuhan yang menjadi segala-galanya di dalam segala-galanya.

Pengalaman negatif itu dilanjutkan dalam unit ketiga. Ia merasa bahwa semua orang mengelilingi, untuk mengepung dia, tetapi ia tidak takut. Ia bisa mengalahkan mereka karena Tuhan melindungi dia (ay.10.11.12). Dalam ay.12 kita melihat metafora kehadiran para musuh dalam rupa lebah yang datang mengerubungi dia, dan juga api duri. Agak susah memahami metafora kedua ini. Singkatnya sbb: di gurun ada sejenis semak berduri, yang kalau terbakar, apinya tidak mudah dipadamkan, karena api terus menyala di dalam tanah, melalui akarnya, yang mengandung oksigen tinggi. Jadi, api itu tidak hanya mengepung dia di permukaan tanah, melainkan juga mengancam dia dari dalam tanah, berupa panas membara.

Gema pengalaman itu masih dilanjutkan dalam unit keempat. Di sini ada unsur baru, yaitu pengalaman ditolak (ay.13). Memang ia merasa ditolak, tetapi ia tidak terjatuh karena ia ditolong TUHAN. Atas dasar itulah ia mengungkapkan keyakinannya dalam ay.14 bahwa TUHAN adalah kekuatan dan keselamatanku. Karena Tuhan ada di pihak dia, maka dia pasti menang dan bersorak karenanya (ay.15). Secara khusus ia menyinggung tindakan Tuhan, melalui tangan kananNya (ay.16) yang melakukan keperkasaan. Atas dasar itu ia yakin bahwa ia tidak akan mati, melainkan hidup, tetapi bukan hidup demi dirinya sendiri, melainkan untuk mewartakan karya Tuhan (ay.17). Dalam ay.18 kita temukan sebuah pengalaman kontras: Tuhan memang menghajar dia, tetapi Tuhan tidak menyerahkan dia kepada maut. Jadi, ia tetap hidup.

Unit kelima. Setelah seuntaian pengalaman selamat dan luput dari maut seperti yang diungkapkan dalam beberapa unit terdahulu, sekarang pemazmur siap masuk ke dalam gerbang kebenaran. Apa itu? Itu adalah kediaman Tuhan, bahkan Tuhan itu sendiri; Tuhan adalah kebenaran. Si pemazmur mau masuk ke dalam gerbang kebenaran itu, dengan tujuan yaitu bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah menjawab semua permohonannya, dan Tuhan telah menjadi keselamatan bagi dia (ay.21).

Unit keenam. Di sinilah kita menemukan sebuah ayat yang terkenal dan semoga kita hafal ayat 22: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” Ini juga adalah pengalaman kontras. Apa yang tampak sepele di mata dunia, justru diangkat Allah. Dan itu adalah perbuatan TUHAN; itu adalah mukjizat agung bagi kita, perbuatan ajaib (ay.23). Unit ketujuh. Ayat 24 juga terkenal dan akrab bagi kita karena teks ini sering diangkat oleh komponis untuk dijadikan lagu. Mungkin kita akrab dengan Latinnya: Haec dies quam fecit, Dominus. Exultemus, et laetemur in Ea. (ay.24). Dalam ayat 25 kita masih membaca permohonan pemazmur agar diberi keselamatan dan kemujuran. Unit kedelapan. Ayat 26 juga terkenal karena dipakai dalam teks Kudus TPE. Setelah tinggal di dalam Rumah Tuhan dan mengalami keselamatan Tuhan, sekarang ia mau membagi berkat itu kepada orang lain. Itulah aspek lain dari ayat 26. Dalam ayat 27 ia melukiskan pengalaman lain akan Allah, yaitu sebagai Terang, yang menerangi kita. Bagian kedua dari ayat 27 itu mengingatkan kita akan kesibukan hari raya, di mana orang membawa banyak hewan kurban untuk dipersembahkan kepada Tuhan di mezbahNya.

Unit kesembilan. Puncak semua ini adalah ekspresi maksimal dari pemazmur yang dengan lantang mengatakan bahwa ia mau melambungkan lagu pujian dan syukur kepada Tuhan penyelamat (ay.28). Akhirnya, dalam ayat 29, seperti dikatakan tadi, pemazmur mengulang kembali refrein awal dengan meriah lagi: Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Georgetown University, Washington DC, USA, Desember 2014.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...