Thursday, December 11, 2014

MEMAHAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 114

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Cara kita memandang alam sangat tergantung pada pengalaman rohani dan psikis yang sedang kita alami pada suatu kurun waktu tertentu. Misalnya jika kita sedang jatuh sakit dan berbaring di tempat tidur, maka alam terasa seperti murung juga, padahal sebenarnya, pagi itu cerah sekali, ada banyak bunyi kicau burung yang indah di ranting-ranting pepohonan di taman. Tetapi karena kita sakit, maka semuanya itu tidak lagi terdengar atau tampak indah. Memang keadaan sakit membuat kita mengalami dunia di sekitar kita secara lain sama sekali. Begitu juga sebaliknya, jika kita sedang sehat dan dilanda rasa sukacita yang luar biasa, maka alam sekitar pun serasa ikut serta bersukacita juga bersama sukacita yang kita alami dalam hati dan jiwa kita, seperti kata sebuah lagu: semua bunga ikut bernyanyi, gembira hatiku, segala rumput pun riang-ria, Tuhan sumber gembiraku. Kiranya pengalaman seperti itulah yang coba dilukiskan oleh si pemazmur yang telah menulis mazmur 114 ini. Dalam nostalgia historis yang ia lakukan, ia mencoba mengenang kembali perjalanan historis Israel, yaitu perjalanan keluaran (exodus) dan pembebasan dari tanah perbudakan Mesir menuju ke tanah terjanji di Kanaan.

Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu saya mau mengemukakan beberapa hal yang kiranya berguna dalam rangka upaya kita memahami dan menikmati mazmur ini dengan lebih baik. Mazmur ini termasuk cukup pendek juga, yaitu hanya mencakup 8 ayat saja. Judulnya dalam Alkitab kita ialah sbb: “Kejadian yang ajaib pada waktu Israel keluar dari Mesir.” Dari judul ini kiranya menjadi jelas bahwa mazmur ini mencoba melukiskan beberapa peristiwa ajaib-kosmis yang mengiringi perjalanan umat Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir. Walaupun mazmur ini termasuk sangat singkat, tetapi kita masih dapat membaginya menjadi beberapa unit sebagaimana ditampilkan oleh pembagian yang disiratkan dalam Alkitab itu sendiri. Bagian Pertama, meliputi ayat 1-2. Bagian Kedua, meliputi ayat 3-4. Bagian Ketiga, meliputi ayat 5-8. Dalam bagian berikut ini saya akan mencoba membahas Mazmur ini bagian demi bagian.

Dalam Bagian Pertama, jelas si Pemazmur ini sedang melakukan sebuah pengenangan akan sejarah (nostalgia historis), ketika bangsa Israel keluar dari Mesir. Di sana mereka menjadi terasing, karena mereka tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa mereka, sebab bahasa orang di sana itu terasa asing bagi mereka. Keadaan tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa adalah sebentuk keterasingan juga dalam relasi dan komunikasi antar manusia. Namun demikian mereka tetap bisa berbangga karena bangsa itu menjadi tempat kudus Tuhan, dan menjadi daerah kekuasaan Tuhan. Kemudian atas penyelenggaraan Tuhan, mereka bisa keluar dari tanah perbudakan itu (exodus), dan menuju tanah Terjanji (Kanaan). Nah apa yang sesungguhnya terjadi, ketika umat Israel itu berjalan keluar dari tanah Mesir?

Itulah yang coba dibahas dalam Bagian Kedua dari Mazmur ini. Dalam bagian ini dilukiskan beberapa unsur dari alam yang seakan-akan memberi reaksi yang layak sepatutnya terhadap peristiwa pembebasan itu. Unsur alam pertama yang disebut ialah laut (ay.3). Laut itu dikatakan melarikan diri. Tentu saja hal ini mengacu kepada peristiwa dibelahnya laut Merah oleh tongkat Musa atas perintah Tuhan itu (Kel.14:16). Laut yang terbelah itu menyebabkan orang Israel bisa menyeberang dengan mudah dan meluputkan diri dari kejaran orang-orang Mesir, biarpun mereka memakai teknologi persenjataan “modern” pada saat itu. Unsur alam kedua yang disebut ialah sungai Yordan (ay.3). Tentu yang disinggung di sini adalah mukjizat alam (kosmis) yang dilakukan oleh Yoshua ketika orang Israel menyeberang sungai Yordan. Dikatakan bahwa Sungai Yordan itu berbalik ke hulu dan membiarkan umat Israel bisa menyeberang dengan mudah. Unsur alam ketiga yang disinggung di sini ialah gunung-gunung dan bukit-bukit (ay.4). Sesungguhnya tidak begitu jelas, gunung apa yang dimaksudkan di sini. Mungkin saja gunung Sinai yang bergoncang ketika terjadi gempa bumi tatkala ada teofani kepada Musa. Atau mungkin juga mengacu kepada bukit-bukit di Galiela dan Yudea yang di mata orang-orang yang mengembara itu seakan-akan sedang menari-nari menyongsong kedatangan mereka. Tidak jarang terjadi, sukacita yang dialami dan dirasakan dalam hati diekspresikan keluar sehingga tampak seakan-akan alam juga turut bersukacita bersama hati kita yang sedang bersukacita itu. Hati yang sudah exited bisa melihat alam secara lain sama sekali.

Mungkin kata kunci untuk bisa memahami semua perlambang yang dimainkan di sini ialah apa yang diungkapkan dalam ayat 7 itu. Dengan ini kita masuk ke dalam bagian ketiga dari Mazmur ini. Di hadapan Tuhan sang Raja semesta Alam, maka seluruh makhluk ciptaan harus tunduk dan gemetar. Tuhanlah yang bisa menjadikan segala sesuatu menjadi mungkin dalam pengalaman iman. Tuhan itulah yang telah melakukan campur tangan dalam hidup kaum beriman. Misalnya di sini disebutkan mengenai mukjizat mata air yang terpancar keluar dari gunung batu (Kel.17:6). Memang secara historis mukjizat itu dilakukan oleh Musa karena protes dan pemberontakan (sungut-sungut) dari umat yang terancam mati kehausan di tengah padang gurun. Tetapi akhirnya, mukjizat tetaplah sebuah mukjizat yang pasti mendatangkan rasa sukacita yang mendalam. Dan ketika semuanya itu dikilas balik dalam iman, maka semuanya itu akan mendatangkan sukacita dan pengalaman rohani yang luar biasa. Betapa alam selalu mengantar kita melampaui alam itu sendiri. Dalam hal ini alam mengantar kita menuju Tuhan sang pencipta alam itu. Alam selalu mengkondisikan kita untuk percaya. Alam mengantar kita kepada iman. Luar biasa.


Yogyakarta, Georgetown University, Washington DC, 05 Desember 2014

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...