Friday, April 2, 2010

LAMENTASI JUM'AT AGUNG

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Aku mau, pada pagi hari ini, sebelum jalan salib, mengadakan ibadat Lamentasi. Tetapi itu tidak mungkin aku lakukan karena hal itu tidak banyak dikenal umat. Maka saya mau mengadakan ibadat lamentasi itu dengan mencoba menuliskan sesuatu tentang hal ini di Blog dan Facebook saya. Inti Ibadat Lamentasi itu sesungguhnya ada tiga. Pertama, mengenang sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Pekan Suci juga dikenal dengan sebutan lainyaitu Pekan Sengsara, sebab dalam seluruh pekan ini kita diajak oleh bunda Gereja untuk mengenangkan sengsara Tuhan. Kedua, sesungguhnya dengan mengenang, gereja sekaligus juga mengundang kita semua untuk ikut serta merasakan sedikit pedih dan perihnya sengsara Tuhan itu. Yang pertama, saya sebut saja memoria. Sedangkan yang kedua, saya sebut saja partisipasi. Ketiga, dengan ibadat ini kita mengingatkan diri kita sendiri akan dosa-dosa kita. Semoga akhirnya kita bisa menjadi sadar bahwa ternyata dosa-dosa kita itu mempunyai efek yang sangat dahsyat jahat dan negerinya. Tidak hanya dulu. Bahkan sekarang pun kebenaran itu tetap berlaku sama juga.

Tetapi bagaimana cara kita melakukan ibadat Lamentasi itu? Intinya adalah pengenangan dramati dengan memainkan simbolisasi cahaya lilin yang dipadukan dengan syair-syair dan nada-nada lagu ratapan (lamentasi). Dalam rangka itu harus ada atau dibuat sebuah kaki lilin berbentuk segitiga. Pada masing-masing kedua sisi segitiga sama kali itu dipasang enam buah lilin. Ada juga yang memasang duabelas lilin. Di puncaknya ada satu lilin utama. Kalau bisa, lilin utama di puncak segitiga itu harus lebih besar. Jadi, jumlah total lilin bisa 13 atau 25. Sebaiknya 13 saja, sebab itu menggambarkan jumlah dari pada murid bersama Yesus. Tetapi kalau 25 itulah kelipatan dari jumlah duabelas murid. Waktu pemadaman lilin biasanya yang berjumlah 25 lilin ini dipadamkan dua-dua.

Seperti sudah dikatakan sebelumnya, seluruh upacara adalah terdiri atas nyanyian-nyanyian. Ada refrain utama ulangan yang diselingi dengan ayat-ayat. Setiap sesudah ayat-ayat tertentu satu atau dua lilin dipadamkan. Itu adalah simbol dari perginya para murid satu per satu, meninggalkan Yesus sendirian dalam duka, derita, sengsara dan mautNya. Bahkan si murid yang ditunjuk sebagai batu karang pun akhirnya menyangkal Yesus juga. Dramatisasi pemadaman ini diharapkan mengingatkan kita akan diri kita sendiri yang selalu ada kemungkinan untuk tidak setia pada iman, setia pada tuhan kita Yesus Kristus. Selalu ada kemungkinan yang sangat nyata bagi kita untuk berdosa dan dengan itu kita menjauhkan diri dari Tuhan.

Setelah semua lilin samping dipadamkan semua ayat lamentasi pun sudah selesai. Dengan itu upacara lamentasi juga selesai. Lilin di puncak segitiga itu dibiarkan bernyala sendirian dan itu melambangkan Tuhan Yesus yang mencoba berkanjang dan berjuang di dalam penderitaan dan kesusahanNya. Ya, kita semua tahu bahwa Yesus sendirian di taman Getsemani, menanggung duka dan deritaNya. Itulah yang mau dipentaskan dengan lilin yang bernyala sendirian itu. Lilin itu baru dipadamkan di luar upacara, alias setelah upacara itu selesai.

SIS B
PENELITI CCRS (Center for Cultural and Religious Studies) FF-UNPAR BANDUNG
Bandung, 03 April 2010

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...