Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)
Tanpa terasa kita sudah melewati Mzm 35. Saya anggap inilah angka aman pertama dalam petualangan bersama kita menjelajahi spiritualitas mazmur. Marilah kita bersama berdoa lagi, agar bisa mencapai angka aman kedua. Angka aman kedua itu saya tetapkan di Mzm 70. Dulu saya ingin menetapkan angka aman itu pada level desimal, tetapi itu tidak spektakuler. Pernah terpikir untuk memilih 25 tetapi dinilai belum memadai. Maka saya naikkan ke 35. Puji Tuhan, angka aman itu sudah tercapai. Saya berharap agar ziarah mazmur ini berguna bagi pembaca. Sebab kebergunaan itulah yang menjadi bekal dan daya dorong untuk bersama-sama melangkah maju.
Kini kita coba merenungkan dan mendalami Mzm 36. Saya bagi tiga. Ayat 1-5, 6-10,
Dalam penggal kedua, ay 6-10, si pemazmur bicara tentang teologi. Penggal pertama tadi adalah fenomenologi antropologi orang jahat. Dalam wacana teologis ini, pemazmur memuji kasih setia Allah. Ia mengagungkan keadilan dan hukum Allah. Ia juga memuji kasih setia Allah yang menjadi sumber dan naungan hidup. Keempat hal itu (kasih, keadilan, hukum dan kasih setia), menjadi penjamin hidup untuk semua. Keempat hal itu menjadi prasyarat hidup dalam Allah. Dengan bahasa manusiawi hidup itu dilukiskan dengan ungkapan lemak yang mengenyangkan dan air yang menyegarkan. Ya, Allah adalah sumber hidup. Seperti kata lagu: Tuhan, sumber hidupku (lagu kesukaan koordinator koor kita). Sumber hayat dikaitkan dengan terang. Terang Allah menjadi sumber hidup. Seperti teknologi peternakan ayam: hangat, terang, air, dan makanan. Juga teknologi inkubator bagi bayi premature. Setelah kita hidup, karena terang Allah, barulah kita bisa, dengan mata kepala, melihat terang. Terang pertama, terang Allah, adalah prasyarat hidup. Terang kedua, terang fisik yang bisa dilihat dengan mata. Ya, In lumine tuo, videbimus lumen. Kita akrab dengan kalimat ini: Inilah moto Uskup kita terdahulu.
Dalam penggal ayat terakhir, 11-13, ia memanjatkan permohonan. Ini antropologi lagi. Tetapi kali ini ia memohon doa bagi orang yang mengenal Allah dan keadilanNya. Ia berharap agar ia yang mengenal Allah jangan sampai ditindas dan diusir oleh orang yang congkak hati dan fasik. Karena mampu berkanjang di dalam Allah, maka ia bisa bertahan hidup, bahkan bisa melihat kesudahan nasib orang jahat itu. Kesudahan mereka ialah kejatuhan, terhempas, dan mati (tidak bangun lagi). Jadi, struktur dasar mazmur ini ialah bingkai antropologi, teologi, antropologi. Teologi ada di tengah, dibingkai antropologi. Teologi menjadi pusat, menjadi sentrum. Ya, memang seharusnya demikian, Allah menjadi pusat hidup, dasar pengharapan kita. Akhirnya Allahlah yang menjadi agen pengadilan bagi semua, termasuk orang fasik.
No comments:
Post a Comment