Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)
Mazmur ini cukup panjang, 23 ayat. Saya akan menempuh cara divide et impera untuk menikmati dan memahaminya. Seluruh dinamika isi teks digolongkan berdasarkan pembagian ayat-ayatnya, dan dinikmati (ditafsirkan) dalam pengelompokan itu. Menurut saya, mazmur ini dapat dibagi demikian: ayat 2-6, ayat 7-11; ayat 12-15; ayat 16-23. Kita coba memahami dan menikmatinya berdasarkan penggalan dinamik kelompok ayat tadi.
Dalam kelompok ayat pertama, hal yang menonjol ialah niat pemazmur untuk memuji TUHAN di setiap waktu, sehingga seluruh waktu adalah untuk TUHAN, dan bukan untuk yang lain. Bahkan mulut (pars pro toto, mulut melambangkan seluruh diri) dimaksudkan untuk memuji Dia. Alasan bersyukur kepada TUHAN ada dalam ayat 3: Jiwaku bermegah karena Dia. Tetapi juga diberi syarat yang penting, yaitu bahwa hanya orang yang rendah hati saja yang bisa berbuat seperti itu. Mereka bisa bersukacita karena semua yang terjadi. Atas dasar pengalaman itu pemazmur mengajak orang lain memuji TUHAN (ay.4). Agar ajakan itu lebih kuat, maka pemazmur mendasarkan ajakan itu pada pengalamannya sendiri (ay.5). Dalam ayat 6 ia mengajak orang untuk melihat Allah. Efeknya ialah kebahagiaan, muka berseri-seri.
Dalam kelompok ayat berikutnya, ayat 7-11, pemazmur melukiskan pengalaman dilindungi Allah (itu tampak dalam ayat 7-8). Sekali lagi atas dasar pengalaman itu pemazmur dapat berkata dalam ayat 9: Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya. Ayat ini (bagian pertama) sangat terkenal karena sering diangkat menjadi syair lagu komuni dan juga untuk mazmur antar bacaan. Secara khusus ayat 10-11 melukiskan dua sifat yang perlu bagi orang saleh: yaitu sifat takut akan Allah dan keinginan mencari Tuhan. Kalau kedua sifat ini ada, maka orang itu tidak akan kekurangan apa pun (menggemakan kembali salah satu segi mazmur 23, Tuhanlah Gembalaku, maka aku tidak berkekurangan).
Tidak banyak yang bisa dikatakan sehubungan dengan kelompok ayat ketiga, 12-15. Tetapi ada dua hal yang menjadi inti penggalan ini. Pertama, pemazmur melanjutkan ajakannya untuk datang kepada Tuhan dengan sikap sepatutnya. Kedua, ia menambahkan beberapa nasihat moral yang perlu untuk kehidupan sosial yang pasti berpengaruh secara teologis. Inti pokok nasihat moral itu ialah agar orang menjaga lidah dan bibir (ay.14), dua bagian tubuh yang sering bisa mendatangkan celaka dalam relasi antar manusia (walau bisa juga dijadikan alat ungkapan cinta, misalnya saling berciuman antara pasutri). Ayat 15 bagi saya amat menarik, karena dalam rumusan terbalik, sesungguhnya kita temukan sebuah nasihat moral-sosial yang terkenal dalam kalangan saudara kita muslim: amar mak’ruf nahi mungkar. Lakukanlah apa yang baik, jauhilah apa yang jahat. Di sini dalam urutan terbalik. Tetapi isinya sama.
Akhirnya kelompok ayat terakhir, 16-23. Terlalu panjang jika dilukiskan rinci. Intinya ialah pelukisan mengenai sifat Allah dan tindakan Allah. Juga dilukiskan mengenai penyelenggaraan ilahi (providentia dei) dalam hidup manusia. Penggal terakhir ini bisa dilihat sebagai mahkota mazmur. Sebab di sini kita temukan sebuah penegasan teologis, bahwa bagaimana pun seluk-beluk dan tingkat kesulitan dalam hidup ini, toh akhirnya ada keyakinan bahwa Allah akan bertindak, mendatangkan dan mewujudkan shalom bagi orang benar, yang takut dan setia pada-Nya.
No comments:
Post a Comment