Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)
Judul Mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Kebahagiaan orang yang diampuni dosanya.” Kita sering sekali mendengar ucapan itu dalam mazmur tanggapan walau dalam versi yang lain: Berbahagialah orang yang dosanya (bila dosanya) diampuni.” Mazmur ini mengandung doa ucapan syukur, tetapi di sana-sini terdengar juga getar-getar nada nasihat hikmat. Ini merupakan salah satu dari tujuh mazmur “pertobatan.”
Kita dapat menikmati Mazmur ini dengan mengikuti dinamika isinya. Dalam ayat 1-2 terkandung perasaan dan seruan bahagia karena dosa diampuni. Mazmur ini dibuka dengan seruan pembuka “Berbahagialah.” Seruan ini adalah kesimpulan yang ditarik pemazmur dari dan berdasarkan pengalaman hidupnya. Ia menarik pelajaran moral dan teologis yang sangat penting dari pengalaman itu. Pengalaman itu ialah kenyataan bahwa dosa diampuni, ditutup, dilupakan, tidak diingat kembali. Dosa menjadi masa silam. Tentu itu terjadi karena kasih dan kerahiman Allah (penegasan itu ada dalam ay.5).
Ayat 3-7 mengandung ajaran mengenai manfaat pengakuan dosa. Tetapi secara rinci dapat dibagi demikian: dalam ayat 3-4 ada pelukisan mengenai perasaan dan pengalaman lumpuh karena tidak jujur atau tidak berani mengakui dosa. Si pemazmur merasa dan mengalami penderitaan. Pada gilirannya penderitaan itu mendorong dia untuk menyadari dosa dan kesalahannya. Maka dalam ayat 5 disadari bahwa tidak ada jalan keluar selain mengaku dosa dengan jujur kepada Allah. Itu sebabnya dalam ayat 6-7: ada ajakan untuk berdoa kepada Allah sebelum segala sesuatu terlambat, yaitu sebelum datang bencana terutama bencana maut (yang disimbolkan dengan banjir). Di sini saya tiba-tiba teringat akan lagu seorang komponis Yesuit Amerika, namanya Dan Schute SJ; pada tahun 80-an ia menulis sebuah lagu dengan syair sbb: Seek the Lord while He maybe found, come to Him, while He is so near. Kiranya inilah salah satu teks yang menjadi sumber ilham bagi Dan Schute, selain tentu saja teks dalam Yesaya.
Kalau kita baca dengan penuh perhatian maka dalam ayat 8-9 ada perubahan subjek. Sebab di sana yang menjadi subjeknya ialah Allah sendiri. Allah menyebut diri di sana sebagai Aku. Memang di sini terkandung sebuah nubuat ilahi (divine oracle). Di sini muncul citra Allah sebagai pendidik, penunjuk jalan, penegak sharia, memberi nasihat. Kalau diperhatikan dengan baik, itulah yang menjadi inti tugas guru atau pendidik. Itulah sebabnya himbauan yang ada dalam ayat 9 diambil dari dunia pelatihan binatang. Kedua ayat ini boleh jadi diberikan oleh guru hikmat atau imam dengan maksud mendidik.
Ayat 10-11 berisi jaminan dan nasihat. Dalam kedua ayat terakhir ini terjadi lagi perubahan dalam corak isi. Ini penegasan derita orang fasik. Tetapi mengapa orang fasik menderita? Ada dua alasan: pertama, mereka menderita karena mereka tidak mengakui dosa. Kedua, mereka menderita karena mereka tidak mau menerima didikan Allah. Sebaliknya ada sukacita bagi orang benar dan orang jujur. Sikap terbuka untuk mengakui dosa dan mau dididik dalam kurikulum pendidikan Allah, membawa buah yang baik. Itulah yang diandaikan ada di balik dua ayat ini. Kalau diperhatikan dengan baik, kata-kata yang diucapkan di sini ditujukan kepada para pendengar. Kata-kata itu kata khas dari lagu pujian dan syukur karena dibebaskan dari dosa. Selama kusembunyikan dosaku, batinku tertekan. Begitu dosa diakukan dan diampuni, terjadilah pembebasan, terjadilah pengampunan. Di sana ada kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment