Mazmur ini cukup panjang, terdiri atas 50 ayat. Judulnya ialah Nyanyian Syukur Daud. Lalu muncul sebuah pertanyaan spontan: Syukur atas apa? Atau syukur karena apa? Tentu saja karena pengalaman shalom. Memang konteks munculnya mazmur ini kiranya ialah pengalaman menang perang, pengalaman selamat atau luput dari musuh yang mengepung dan menggempur. Seluruh mazmur ini boleh dianggap sebagai sebuah pelukisan akan pengalaman akan Allah. Pengalaman itu terendapkan dan terpadatkan dalam gelar-gelar Allah (ay.2-3) yang semuanya menandakan bahwa Allah adalah sang penyelamat. Allah itulah yang dipuji si pemazmur (ay.4), karena Ia telah meluputkan dia dari ancaman eksistensial (ay.5-6). Semua pengalaman itu membawa kepastian dalam diri si pemazmur bahwa doanya pasti akan dijawab (ay.7).
Seluruh ayat 8-16 melukiskan satu penglihatan atau vision ajaib dan dahsyat, yang mengandung muatan-muatan teologis. Visiun-visiun itu melukiskan bagaimana cara Allah bertindak memberi atau mendatangkan shalom itu, yaitu dengan mengalahkan musuh-musuh kosmis, yakni chaos, yang antara lain terwakili dalam beberapa daya chaotic itu, seperti kegelapan, angin, lautan. Alih-alih memuja dan menyembah semua daya itu (sesuatu yang amat biasa dalam pemujaan berhala di dunia Timur Tengah Kuno pada saat itu), mazmur ini justeru menyebutkan bahwa mereka semua adalah alat belaka di tangan Allah. Sebab Allah yang disembah si pemazmur ini adalah Allah sang pencipta (Khalik); dan semua yang lain adalah ciptaanNya belaka (makhluk). Ayat 17-20 melukiskan pengalaman si pemazmur yang selamat dari ancaman chaos (17) dan juga ancaman sesama (18-20) yang berbuat jahat dan berlaku curang terhadap dirinya. Tetapi pada akhirnya, si pemazmur itu juga sadar bahwa ia selamat karena ia taat dan karena ia benar. Ia memperlihatkan perilaku etis yang benar, menurut ketetapan hukum positif, hukum umum yang berlaku (ay 21-25). Atas dasar keyakinan dan pengalaman itulah si pemazmur mengembangkan satu visi tertentu tentang teori pembalasan di bumi (retributive theory). Yaitu bahwa Allah langsung membalas perbuatan orang setimpal dengan apa yang telah ia lakukan dalam hidup sekarang di bumi ini juga (ay.26-30); tidak pakai tunggu-tunggu nanti; hal ini paling kentara dalam ay 26-27.
Kemudian dalam gugusan ayat yang panjang dari 31-43, si pemazmur, dengan pelbagai metafor dan kosa kata, mencoba melukiskan karya shalom Allah itu secara personal, yaitu pengalaman shalom yang dialami secara kongkret nyata atas dirinya sendiri. Sebagian besar kosa kata itu diambil dari bahasa dan metafor perang. Misalnya: yang mengajar tanganku berperang, sehingga lenganku dapat melenturkan busur tembaga. Berkat penyertaan dan penyelenggaraan Allah, si pemazmur merasa mampu berkuasa atas para bangsa dan bisa memecahkan banyak masalah sosio-politis (44-46). Sebagaimana biasa, seluruh uraian si pemazmur ini dipuncaki dengan sebuah nyanyian pujian bagi Allah, sebuah eulogia teologis: Terpujilah gunung batuku, dan mulialah Allah Penyelamatku. Semua tindakan Allah selama ini dijadikan sebagai alasan dan dasar untuk memuji dan menyembah Allah sampai selama-lamanya (47-51), sebab “.......Ia mengaruniakan keselamatan yang besar kepada raja yang diangkat-Nya, dan menunjukkan kasih setia kepada orang yang diurapi-Nya, yaitu Daud dan kepada anak cucunya untuk selamanya." (ay.51).
No comments:
Post a Comment