Dalam nafsu fanatismenya, Saulus mau menghancurkan semua pengikut Jalan Tuhan. Dengan bekal surat sakti dari petinggi agama di Yerusalem, ia pun meluncur laksana kilat ke Damaskus.
Entah sudah beberapa hari lamanya, ia meninggalkan Yerusalem menelusuri jalanan kering kerontang dan berpasir menuju ke arah utara. Kota Damaskus, itulah yang menjadi tujuannya, karena ia mendengar bahwa banyak pengikut Jalan Tuhan sudah melarikan diri ke kota itu dari Yerusalem. Maka ia mau melakukan razia KTP di kota itu untuk mencari para pengikut Jalan Tuhan.
Memang sudah sekian lama, entah sejak kapan, ia dirasuki oleh amarah dan dendam yang sulit dipahami, suatu perasaan yang asing sekali. Ganjil. Aneh. Ia marah begitu saja. Ia anti pada nama dan jalan itu. Ya, mungkin itu karena ia sedang dirasuki oleh fanatisme keagamaan yang cenderung membuat pikiran rasionalnya buta.
Fanatisme itu tidak lain adalah satu visi dan keyakinan bahwa hanya dirinya sendiri saja yang benar, dan yang lain itu salah. Hanya dia sendiri saja yang layak masuk surga. Yang lain itu masuk neraka saja. Surga juga sudah dimonopoli oleh kaum fanatik yang gila seperti Saulus ini. Perasaan seperti ini biasanya menyebabkan hati orang tidak dapat lagi berbelas-kasih, tidak dapat lagi menjadi sebuah misericordia, melainkan hati itu sekarang menjadi pahit, keras, kasar, kejam, bengis, dan busuk.
Dengan suasana hati seperti itu, Saulus telah melewati lembah-lembah Yordan di daerah Hulu Sungai Yordan karena ia sedang berjalan ke arah utara. Saat itu daerah itu sebagian besar belum dibudidayakan orang, belum banyak diolah, masih berupa natura, belum bergeser menjadi cultura apalagi horticultura. Sekarang ia mulai menelusuri dataran-dataran yang penuh ditumbuhi rerumputan yang sudah kering, dan mati, karena punggung bumi terlalu panas.
Di sebelah kirinya, nun jauh di sana, terbentang gunung Hermon yang sangat terkenal itu (Mzm.89:12; Ul.3:8-9). Puncaknya putih dan indah karena diselimuti salju abadi, seakan-akan menantang langit biru yang kering kerontang.
Sebentar lagi ia akan mendekati sebuah oase. Sudah terbayang keindahan dan kesejukan. Hijau dedaunan pohon ara. Aroma semerbak mawar dan jasmine. Serba indah. Serba mempesona, menghibur jiwa kembara dan lagi membara oleh angkara murka. Terbayang-bayang juga kebun-kebun bunga dan buah-buahan yang subur karena didukung oleh sistem pengairan yang baik. Semuanya serasa aman dari terik mentari karena serba terlindung di bawah lambaian lembut dan mesra dedauan pohon yang tinggi dan rindang. Semuanya terasa indah dalam bayangan. Semuanya terbayang indah dalam damba. Sebab apalagi hari itu adalah hari di musim panas. Siang terik mencekik dan menyengat. Tetapi sebentar lagi matahari akan mulai condong ke barat, ke arah peraduan di laut Tengah. Bayang-bayang kesejukan senja sudah mulai terasa mendekat. Hal itu memacu semangat untuk semakin mempercepat langkah menuju ke tempat tetirah terdekat. Tetapi, tiba-tiba.......
No comments:
Post a Comment