Thursday, November 13, 2008

CERITA ORANG KUDUS

Oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)

Setelah hampir setahun di Seminari, saya coba melakukan kilas balik. Dan saya pun sadar bahwa seluruh waktu hidup kami selama ini ditata sedemikian rupa sehingga terarah kepada pengembangan hidup rohani, hidup intelektual, dan kematangan pribadi. Semuanya ada waktunya, dan pada waktunya. Tidak bisa sembarangan. Ada waktu untuk tidur, ada waktu untuk bangun, ada waktu untuk studi, walau ada yang tidur waktu studi. Ada waktu untuk makan, ada waktu untuk menahan diri dari makan. Ada waktu untuk berdoa, ada waktu untuk bekerja, walau ada orang yang bisa bekerja sambil berdoa, mungkin tidak bisa sebaliknya, berdoa sambil bekerja. Ada tonggak vertikal teologis dalam hidup kami, artinya tonggak yang dengan sadar dan sengaja mengangkat kami ke atas, menatap kepada sang sumber hidup.

Salah satu kebiasaan yang turut membentuk hidup kami ialah apa yang disebut Bacaan Rohani. Bacaan Rohani adalah jam yang khusus disediakan kira-kira setengah jam, sebelum kompletorium. Biasanya kegiatan ini dilakukan dalam keheningan malam, diiringi bunyi margasatwa malam. Terdengar bunyi jengkrik yang mencoba memecah sunyi, atau mungkin rindu sunyi. Juga bunyi cacing tanah yang seram. Juga kodok yang birahi. Tercampur baur. Biasanya sesudah bacaan rohani itu dilanjutkan ibadat malam, completorium. Doa malam ini sangat berbekas dalam kenangan saya karena refrain kidung Simeon-nya yang khas: Dalam tanganMu ya Tuhan, kuserahkan hidupku. Juga antifon Maria yang berkumandang di akhir doa malam. Maria menjadi tempat berlabuh dalam mengarungi lautan malam. Maria menjadi stela maris, dan stela matutina.

Biasanya yang kami baca ialah Kitab Suci dan Riwayat Orang Kudus. Kitab Suci, entah kitab suci biasa, maupun kitab suci anak-anak dan bergambar. Biasanya prefek (pamong) seminari mengawasi kegiatan itu dengan mengamati apa yang dilakukan anak-anak. Setiap pamong ada kekhasannya. Di tengah malam kami bisa mencium bau rokok yang lengket pada pamong tertentu. Ada yang dikenal karena minyak rambutnya yang khas. Ada yang dikenal karena minyak wanginya yang khas. Ada yang dikenal karena bunyi sandal atau sepatunya di gang berubin di seminari. Kami diminta menghafal ayat-ayat atau bahkan perikopa tertentu, seperti sabda bahagia yang terkenal itu.

Tetapi yang tidak kulupakan ialah kewajiban membaca riwayat orang kudus. Lama kelamaan saya sadar bahwa aktifitas membaca hidup orang kudus adalah penyadaran akan Kitab Suci yang mengendap dalam hidup nyata. Sebab hidup orang kudus adalah kitab suci dalam pentas kehidupan nyata. Sehubungan ini ada ungkapan Latin yang terkenal: Verba vollant, exempla trahunt. Kata-kata cepat dilupakan, tetapi teladan hidup akan menarik dan menggerakkan orang. Ada versi lain dari ungkapan ini: verba vollent, exempla manet. Kata-kata cepat terlupakan, tetapi teladan hidup melekat dalam ingatan. Bagi saya itulah arti penting dari membaca riwayat hidup orang kudus. Saya ingat baik bahwa saat itu saya membaca si Marcelino kecil yang hidup dalam keriangan biara Fransiskan. Juga riwayat Fransiskus dari Asisi dan Clara. Juga Antonius dari Mesir, Martinus dari Tours, Gregorius Agung, Agustinus, para Martir Afrika Utara, dan Lyon. Martir Roma. Bahkan membaca juga orang kudus dari Kongo, Karolus Lwangwa, dari Korea Andreas Kim Tae Gon, Paulus Chong Hang Sang, dan Vietnam: Andreas Dung Lac, dll. Semuanya membekas kuat dalam diri saya, dalam imajinasi polos kekanak-kanakan saya. Ya, papan putih, tabula rasa, itu pun mulai terisi dengan goresan-goresan indah dari para martir itu.

Bandung, 14 November 2008

Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm).


1 comment:

ANTON SUNARTO - FORUM DISKUSI GURU said...

Frans, aku baru baca tulisan terbarumu tadi malam. Sangat menarik cara mengungkapkan pengalaman lampau yang sudah terjadi puluhan tahun lampau. Jarang (setahu aku) pengalaman yang mengendap sekian waktu lamanya, dapat dituturkan kembali dengan sangat apik. Tentang orang kudus seperti halnya aku waktu di sma seminari menjelang tidur siang. Sehingga menjadikan aku biasa membaca.
Frans tentang foto-foto dalam tulisan saya yang saya posting, betul frans, labtopku menjadi rumah hantu ... he-he-he..
Oke dah selamat bekerja ya ...

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...