Mazmur ini cukup panjang (25 ayat). Kita harus membaginya agar bisa mudah memahami isinya. Saya membaginya demikian. Unit I mencakup ayat 1-9. Unit II ayat 10-14. Unit III ayat 15-19. Unit IV ayat 20-21. Unit V ayat 22-23. Unit VI ayat 24-25. Dengan berpatokan pada unit-unit itu mari kita menyimak dan menikmati isinya.
Pemazmur mulai dengan penegasan bahwa ia merasa aman dalam tangan Tuhan (judul mazmur), dan ia mau berlindung pada Tuhan. Ia meminta kepada Tuhan agar sudi menyelamatkan dia, mendengarkan seruannya. Dalam Unit I ini kita melihat metafor Tuhan sebagai gunung batu, tempat pengungsian. Ia meminta agar Tuhan meluputkan dia dari perangkap musuh (ay.5). Ia percaya bahwa Tuhan akan bertindak menyelamatkan dia. Itu sebabnya dalam ayat 6 ia mau menyerahkan nyawanya ke dalam perlindungan Tuhan. Inilah kidung yang dikutip dalam lagu singkat yang dinyanyikan sebelum kidung Simeon. Pengalaman ini membuat dia bersukacita (ayat 8). Atas dasar keyakinan itu pula ia sangat yakin bahwa Tuhan tidak menyerahkan dia ke tangan para musuhnya (ay 9).
Dalam unit II kita membaca sejumlah untaian permohonan pemazmur. Mungkin bagian ini disusun ketika ia sudah tua, sebab apa yang ia lukiskan ialah suatu keadaan fisik yang merosot. Dalam ay 10 ia berbicara tentang masalah dengan mata, dengan tubuhnya yang juga mempengaruhi jiwanya. Dalam ay 11 ia berbicara tentang kekuatannya yang merosot dan tulang-tulangnya yang lemah. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi ialah bahwa dalam fenomena kemerosotan seperti itu ia seakan menjadi sumber ketakutan, tidak bermakna, dan tidak sudi dipandang lagi (ay 11-13). Semuanya itu dirasakan oleh si pemazmur sebagai suatu yang secara perlahan-lahan mencabut nyawanya, seperti kata sebuah syair lagu: Killing me softly with his song, killing me softly with his words. Hanya di sini tidak berlangsung dengan soft melainkan dengan keras dan kasar.
Tetapi dari dalam kondisi seperti ini si pemazmur tetap berharap kepada Tuhan. Itulah yang mau diwartakan dalam unit III. Ia mau menyerahkan seluruh nasibnya ke dalam tangan Tuhan (ay 15). Biarlah Tuhan yang menjadi penentu akhir hidupnya, dan bukan kebringasan para lawannya (ay 16). Ia berharap agar Tuhan sudi memancarkan cahaya wajahNya agar bisa menghibur dia dan para lawannya mendapat malu (ay 17-18). Kalau hal itu terjadi, maka semuanya akan menjadi terbalik: mereka yang selama ini berkoar-koar mengolok dan mencemooh, semoga di hadapan cahaya wajah Tuhan, mereka semuanya menjadi kelu, seperti kelunya Zakaria (ay 19).
Si pemazmur amat yakin akan Tuhan yang akan bertindak itu. Itu sebabnya dalam unit IV ia memuji Allah yang arif dalam tindakanNya: hanya mau memperlihatkan kelimpahan kasih setia, rahmat dan kebijaksanaanNya kepada orang yang rendah hati, dan orang yang sombong tidak bakal mampu melihatnya (ayat 20-21). Itulah yang mendorong si pemazmur memuji Tuhan dalam ayat 22. Selama ini ia salah sangka: ia mengira Tuhan lupa padanya, padahal Tuhan tetap menaruh peduli padanya, sebab Tuhan sudi membantu ketika ia berteriak minta tolong (ay 23).
Atas dasar semua pengalaman itulah, si pemazmur lalu berani mengajak siapa saja agar mengasihi Tuhan (ay 24), sebab Tuhan melindungi orang yang datang kepadanya. Sebaliknya orang durhaka akan mendapat celaka. Itulah juga sebabnya si pemazmur menasihatkan dalam ayat 25 agar dalam pencobaan dan kesengsaraan hidup, hendaknya tidak mudah putus asa, melainkan tetap menjaga agar hati kita tetap kuat dan teguh. Bukan karena kita mengandalkan diri kita sendiri, melainkan karena kita berharap kepada Tuhan dan kasih setiaNya yang kekal abadi.
No comments:
Post a Comment