Oleh: EFBE@fransisbm
Pertama-tama, Alkitab kita memberi judul Mazmur ini “Doa pada pagi hari.” Itu memang dikuatkan oleh mazmur itu dalam ayat 4. Setelah dalam mazmur 4 yang adalah doa malam, maka di sini kita kembali lagi ke doa pagi. Dan menurut bentuk dan isinya, mazmur ini dapat digolongkan sebagai mazmur “ratapan individu.” Apa isi ratapan itu? Dapat kita lihat dalam cara mazmur ini disusun. Susunannya sangat indah: Terdiri atas doa ratapan dari orang benar yang bergonta-ganti berdoa bagi dirinya sendiri dan memohon keadilan Allah bagi orang fasik. Perhatikan baik-baik: Dalam ayat 2-4, si pemazmur berbicara tentang dirinya sendiri sebagai orang benar. Dalam ayat 5-7 ia berbicara tentang orang fasik. Lalu dalam ayat 8-9 ia berbicara lagi tentang orang benar. Lalu beralih lagi ke pembicaraan tentang orang fasik dalam ayat 10-11. Akhirnya, permainan zig-zag ini dipuncaki dalam ayat 12-13 yang lagi berbicara tentang orang benar. Jadi, dalam ayat pembuka (2-4) si pemazmur berseru kepada Allah. Lalu segera disusul dengan satu refleksi umum tentang relasi Allah dengan orang jahat yang tidak diterima di Kenisah (ayat 5-7); tetapi yang menarik ialah bahwa refleksi umum itu dibungkus dalam bentuk pengakuan di hadapan Allah. Dalam ayat 10-11 dijatuhkanlah sebuah penilaian dan pengadilan atas orang fasik.
Kiranya mazmur ini berasal dari konteks perayaan ibadat di Bait Allah. Bahkan mazmur itu juga diduga telah diucapkan di Kenisah (ay.8) pada saat dipersembahkannya korban persembahan pada pagi hari (ay.4; bdk.2Raj.3:20; Amos.4:4). Jelas hal ini mengesampingkan pandangan bahwa mazmur ini disusun oleh Daud (sebab pada masa Daud belum ada Bait Allah). Dalam ayat 4 dst, kita dapat merasakan bahwa ritus dan kultus diberi nilai yang tinggi. Tetapi dari fakta ini kita tidak usah terburu-buru menyimpulkan bahwa pengarang mazmur ini adalah mungkin seorang imam.
Secara keseluruhan mazmur ini menyarankan bahwa pengarangnya termasuk kalangan “orang saleh” yang dicerca oleh “orang jahat.” Si pemazmur memohon kepada Allah dalam doa (ay.2), seraya meminta agar Allah sudi mengadili rancangan dan persekongkolan orang jahat ini (ay.10). Ia juga berharap agar mendapat perlindungan dari Allah (ay.12dst).
Dalam ayat 8 si pemazmur membentangkan posisinya sendiri dalam hubungan dengan Allah, sesuatu yang bertentangan dengan hubungan orang jahat dengan Allah; lalu dalam ayat 9 ia mengucapkan sebuah doa pribadi memohon tuntunan dan bimbingan yang benar. Kalau ayat 8-9 kembali ke tema yang ada pada ayat-ayat pembuka, maka permohonan berikutnya dalam ayat 10-11 akan penghukuman dan penghancuran para lawan, pada gilirannya, membentuk paralel dengan ayat 5-7. Dengan cara kait-mengkaitkan dua kelompok ayat-ayat ini terciptalah satu kesan yang hidup yaitu kesan intensifikasi dramatik dari sebuah doa yang mencapai puncaknya dalam baris terakhir (ayat 12-13); dalam bait terakhir ini juga tercapailah perluasan doa yang terjauh sehingga menjadi sebuah pengharapan yang penuh percaya akan bantuan penuh kerahiman yang akan diberikan Allah kepada seluruh komunitas orang-orang yang takut akan Allah. Ya, doa menjadi sebuah pengharapan. Doa menjadi sumber pengharapan. Mudah-mudahan dalam praksis dan hidup doa kita, kita pun bisa sampai ke pengalaman rohani seperti itu.
No comments:
Post a Comment