Friday, September 12, 2008

Prioritas Mendengar di atas Melihat

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Salah satu teks injil Yohanes yang melukiskan mengenai peristiwa kebangkitan Yesus dari alam maut dan yang selalu menyentuh dan menarik perhatian saya ialah Yohanes 20:11-18. Kalau kita baca teks itu dengan teliti, maka kita akan menemukan sebuah hal yang menarik dan sangat penting, karena menyangkut sebuah pandangan teologi mengenai iman akan Yesus Kristus dan juga terutama hubungan dengan Yesus Kristus. Di sana dikisahkan tentang peristiwa penampakan Yesus kepada Maria Magdalena, sebab inilah salah satu rangkaian dari kisah-kisah penampakan Yesus menurut Yohanes.

Dikatakan bahwa Maria menangis sedih tatkala pagi-pagi ia pergi mengunjungi tempat Yesus dimakamkan. Mungkin ia sudah menangis sepanjang perjalanan menuju ke makam itu. Mungkin juga ia sudah menangis sedih sejak hari penyaliban itu. Entah mulai kapan dan berapa lama, yang jelas sekali lagi dikatakan bahwa ia menangis sedih. Ia semakin sedih lagi tatkala tahu dan menyadari bahwa makam itu sudah kosong. Ia pasti menangis sejadi-jadinya. Sebab ia datang untuk melihat jenazah-Nya, tetapi ia hanya menemukan makam yang kosong. Jadi dapat dibayangkan bahwa air mata menggelinang di pelubuk matanya.

Kita semua juga tahu bahwa kalau kita menangis maka biasanya penglihatan kita menjadi kabur, penglihatan kita menjadi tidak serba jelas karena mata kita tertutup oleh butir-butir air mata yang menggenang di sana. Akibatnya, kita akan sulit mengenal orang dengan cepat dan tepat. Dari kondisi ini akan muncul kebingungan dan salah paham. Juga akan muncul miskomunikasi. Persis itulah yang terjadi dan dilukiskan di dalam teks ini. Maria salah memahami Yesus. Kiranya itulah sebabnya ketika menoleh, Maria tidak langung mengenal Yesus. Ia pangling. Salah paham ini terus berlanjut dan menghasilkan dialog-dialog seperti yang kita baca di sana.

Tetapi lalu dikatakan bahwa Yesus menyebut namanya: Maria. Ya, Yesus menyebut nama Maria. Saya lebih suka memakai kata memanggil (to call) daripada menyebut (to mention). Sebab ada beda di antara keduanya. Memanggil itu membutuhkan suatu tanggapan personal dari orang yang namanya dipanggil. Menyebut itu tidak mutlak membutuhkan tanggapan personal dari orang yang namanya dipanggil itu. Dan yang sangat menarik ialah bahwa ketika ia (Maria) mendengar suara yang menyebut atau memanggil namanya, barulah Maria langsung mengenal si empunya suara yang memanggil atau menyebut namanya tadi. Maka sebagai reaksi atau tanggapan, ia pun berseru dengan suara nyaring dan penuh kegiarangan: Guru. Maria baru mengenal sang guru lewat suaranya, ia baru bisa mengidentifikasi sang Guru lewat telinga, dan bukan terutama dengan melihat, atau mengidentifikasi dengan mata. Hal ini patut dicatat dan digaris-bawahi dengan baik-baik.

Terus terang saja, bukan baru kali ini saya membaca dan merenungkan teks ini. Saya sudah selalu membaca teks ini berkali-kali selama ini. Saya juga sudah merenungkannya terus menerus. Ada banyak hal yang muncul sebagai hasil dari permenungan saya atas teks ini. Ya, ketika mulai mencoba merenungkan teks dan peristiwa yang terkandung dalam teks ini sekarang ini, sesungguhnya saya secara spontan teringat akan beberapa hal berikut ini.

Pertama, saya teringat akan santo Paulus yang di salah satu tempat dalam surat-suratnya mengatakan bahwa iman itu terjadi atau datang melalui dan karena pendengaran. Istilah kerennya dalam bahasa Latin ialah fides ex auditu. Artinya, iman yang muncul dari atau karena mendengar (Rom.10:17). Yang terjadi di sini ialah, orang mengenal dan sampai pada pengenalan justeru karena mendengar, dan bukan terutama karena melihat. Jadi jelas bahwa di sini ada prioritas mendengarkan di atas melihat (sebagaimana dikatakan dalam judul tulisan ini). Kedua, saya juga secara spontan teringat akan Tomas, sang Rasul yang tidak mudah percaya begitu saja akan berita sensasi yang dikisahkan temat-temannya. Dalam kaitan dengan Tomas ini, jelas Maria adalah paradoks Tomas. Kalau Tomas baru mau dan bisa percaya kalau sudah melihat, maka Maria justeru sudah percaya begitu saja bukan terutama karena melihat, melainkan karena sudah mulai mendengarkan. Dan camkanlah dan ingatlah selalu bahwa kisah Maria mendahului kisah Tomas. Jadi, ada prioritas Maria dalam urutan ruang dan waktu kisah. Ada prioritas mendengar di atas melihat. Menurut saya, itulah maknanya.

Ketiga, saya juga secara spontan langsung teringat akan Yohanes 10 tentang hubungan yang baik antara gembala yang baik dan kawanan dombanya. Salah satu wujud dari adanya relasi yang baik itu ialah saling mengenal suara, antara gembala dan kawanan domba. Sehubungan dengan ini, Maria menjadi prototipe domba yang baik yang langsung mengenal suara sang gembala. Dan hal ini menandakan adanya suatu keakraban dan kedekatan relasi. Begitu suara terdengar, maka terjadilah keakraban dan cinta pun mulai mengalir dan bersemi ria. Sebab dalam Yohanes 10 Yesus mengatakan bahwa “Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku; Aku mengenal suara dan nama mereka, dan mereka juga mengenal suaraKu.” Dan dalam kisah ini terbuktilah sudah bahwa Maria menjadi dan merupakan domba yang baik, karena ia mengenal suara Yesus, sang gembala-Nya.

Tetapi yang menarik ialah fakta bahwa yang justeru menjadi pokok warta Maria ialah: Aku telah melihat Tuhan. Bukan, aku telah mendengar Tuhan. Jadi, terjadi pergeseran dari mendengar ke melihat. Dasar pewartaan bukan pendengaran (yang menjadi dasar percaya), melainkan penglihatan (yang justru tidak disebut atau diandalkan dalam proses menjadi percaya). Inilah juga yang menjadi inti pewartaan para rasul kepada yang lain: Aku atau kami telah mendengar Tuhan. Menurut hemat saya, teks ini mempunyai arti penting di masa-masa yang akan datang dalam hidup iman Gereja. Kiranya ini bukan salah tulis melainkan ada maknanya yang kuat dan mendalam. Bahwa iman kita tidak tergantung pada melihat (penglihatan) melainkan tergantung pada mendengarkan (pendengaran). Iman datang melalui pendengaran. Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya. Begitulah yang dikatakan Yesus sendiri dalam menanggapi loncatan iman Tomas. Kalau kita mendengar, kita tidak melihat, tetapi kita bisa percaya akan apa yang kita dengar. Dan pendengaran kita itulah penglihatan kita, sehingga Maria bisa berkata berdasarkan apa yang didengarnya, Aku telah melihat Tuhan. Ada pergeseran dari mendengar ke melihat. Sikap percaya dari seorang yang beriman tidak lain ialah melihat dengan mendengar dan melihat karena sudah mendengarkan.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...