Monday, May 26, 2008

Dua Ensiklik Paus Benediktus XVI

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Tanpa terasa kini Paus Benediktus XVI sudah bertahta selama tiga tahunan di atas tahta apostolik di Roma. Ia terpilih April 2005 setelah Paus Yohanes Paulus II wafat. Dan dalam kurun waktu tiga tahunan itu ia sudah menerbitkan dua ensiklik. Ensiklik yang pertama ialah Deus est caritas (2006, jadi satu tahun setelah terpilih menjadi Paus), atau Allah adalah kasih. Ensiklik yang kedua ialah Spe salvi (2008). Kalau diterjemahkan dengan sangat bebas maka artinya ialah pengharapan yang menyelamatkan (atau kalau mau, pengharapan yang tidak mengecewakan). Tetapi saya tidak mau mengulas secara sangat mendalam mengenai kedua ensiklik ini. Ini hanya sebuah catatan ringan saja.

Sangat menarik bahwa dalam kedua ensiklik awal ini (tentu diharapkan masih akan ada lagi ensiklik-ensiklik lainnya dari Paus Benediktus), beliau merenungkan sekaligus ketiga kebajikan teologis dalam madah kasih Paulus itu: iman, harapan, dan kasih. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus berkata: demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, harapan, dan kasih. Dan masih menurut Paulus, yang terbesar di antaranya ialah kasih (bdk.1Kor.13:13), sebab masih menurut Paulus, iman dan harapan akan berhenti, sedangkan kasih tidak akan berkesudahan (bdk.1Kor.13:8). Sebab kasih itulah yang akan menjadi ciri penanda hidup kekal, di mana kita akan memandang dari muka ke muka dengan Allah. Sedangkan kedua kebajikan yang lain hanya berlaku untuk dan dalam hidup di dunia ini saja, di mana kita masih hanya memandang dengan samar-samar dalam cermin (bdk.1Kor.13:12).

Yang jauh lebih menarik lagi ialah bahwa Paus Benediktus mulai justeru pada atau dengan yang terbesar itu. Sebab ia mulai dengan cinta. Orang mengatakan bahwa titik tolak itu sangat menentukan. Titik tolak mencitrakan visi dasar pandangan teologis si penulis ensiklik itu. Itulah yang dibentangkan oleh Paus dalam Deus est caritas, tentu saja dengan mengikuti pengalaman dan pengakuan iman dan insight teologis dari Yohanes. Dengan bertitik tolak dari samudera kasih Allah, Paus Benediktus mencoba menelusuri harapan, Spes, yang bisa mendatangkan keselamatan.

Lalu mungkin akan muncul pertanyaan kritis: di mana imannya? Ya, iman itu menurut saya tersirat di dalam pengharapan, sebab harapan bagi saya tidak lain adalah segi dinamis dari iman. Keduanya tidak terpisahkan satu sama lain. Kalau iman itu berkonotasi “statis” maka harapan itu memperlihatkan “greget” dari iman.

Kehadiran Spe salvi ini saya anggap sangat tepat waktu, karena pada saat ini kita hidup di bawah tekanan dan ancaman global krisis nuklir, krisis ekologis, krisis perubahan iklim, krisis bencana sandang-pangan, bencana kebencian, melunturnya saling percaya antar umat manusia. Homo homini lupus. Bahkan kalau mau Homo homini canis. Di tengah itu, semua terasa gelap dan mengerikan. Semua terasa serba menghimpit, mengurung. Semua terasa menjadi gelap. Kita seakan-akan menjadi sesak nafas.

Di tengah-tengah situasi keputus-asaan dan keadaan hampir tidak ada harapan itulah Paus Benediktus datang mewartakan dan membawa pengharapan. Ya, “masih ada harapan,” kata Alex Lanur dulu dalam Basis tahun 1983. Dan pengharapan itu tidak pernah mengecewakan (bdk.Rm.5:5). Jadi, ia akan membawa kita kepada keselamatan.

Bandung, 22 Mei 2008.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...