Tuesday, April 15, 2008

Menikmati dan Mengapresiasi Mazmur 19

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Judul Mazmur ini dalam Alkitab kita dengan sangat tepat mengungkapkan isi pokok mazmur ini: “Kemuliaan TUHAN dalam pekerjaan tangan-Nya dan dalam Taurat-Nya.” Ya, memang menurut mazmur ini, kemuliaan Allah itu tampak dalam dua tata fundamental berikut ini, yakni tata penciptaan dan tata perwahyuan, atau tata alam dan tata kalam (Arab: sabda, firman, logos, hikmat). Kedua tata itu sama-sama merupakan sarana wahyu Allah kepada manusia. Itulah sebabnya, dalam ayat 2 dikatakan: “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” Ayat ini segera mengingatkan kita akan mazmur 8 (walau dengan kosa kata yang berbeda, tetapi ide pokoknya sama). Ada satu hal yang mencolok dalam wahyu alam ini (ay.2-7), yaitu mereka semua diam, tidak berkoar-koar, tetapi paradoksal sekali, justeru “kediaman” (ay.4) atau kebisuan mereka itu adalah kebisuan yang bersifat proklamatoris, kebisuan yang mewartakan atau mengandung pewartaan (ay.5). Hal itu dimungkinkan karena, ada satu makhluk ciptaan Allah yang maha perkasa, yaitu sang surya. Surya inilah yang paling mempunyai daya proklamatoris akan Allah. Mungkin itu sebabnya jauh di kemudian hari Fransiskus dari Assisi menyusun sebuah puisi kosmis yang sangat terkenal, Canticum Solis, atau Kidung Saudara Matahari, alias Gita Sang Surya. Secara khusus dalam ay.3 kita bisa membaca tetnang personifikasi hari itu. Mungkin hal itu disebabkan karena hari adalah hari Tuhan, Dies Domini, sehingga di tempat lain mazmur dapat berseru dengan lantang: Haec Dies quam fecit Dominus (Mzm.118:24).
Serta-merta hal-hal ini mengingatkan kita akan kisah penciptaan enam hari itu dalam kitab Kejadian itu (hexameron), yang setiap tahun dibacakan pada liturgi agung malam Paskah, dan yang setiap kali ditanggapi umat dengan lagu pujian meriah dan agung: Et factum est vespere et mane, dies unus (secundus, tertius, quartus, quantus, sextus). Alias: maka jadilah petang dan pagi, hari pertama (kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam). Kiranya si pemazmur ini hanya mau mengingatkan kita bahwa hari-hari dalam mana Allah telah menciptakan segala sesuatu, itulah hari yang mewartakan Allah. Itulah personifikasi hari yang saya maksudkan di atas tadi. Hari, lalu menjadi pribadi (personifikasi) yang berwarta tentang Allah, sang penguasa atas hari itu sendiri.
Lalu menyusul unit kedua, yaitu ayat 8-15, yang secara khusus melukiskan tentang wahyu kalam tadi, secara lebih khusus lagi dalam Taurat Allah. Secara khusus ayat 8-12 adalah puji-pujian yang amat tinggi akan Taurat. Kurang lebih dikatakan bahwa Ia sempurna. Ia dapat menyegarkan jiwa. Ia kuat. Ia mampu memberi hikmat. Ia tepat; membawa sukacita. Ia murni; ia juga berefek seperti fosfor: orang yang taat pada Taurat, akan membuat matanya bercahaya terang (phos: light). Ini adalah sebuah litani pujian yang indah dan tinggi akan Taurat Allah. Ketika membaca ayat 8-9 saya langsung teringat akan mazmur 1. Litani ini dilanjutkan dalam ayat 11 dengan sebuah perbandingan yang amat baik. Fungsi dan martabat Taurat itulah yang mempunyai nilai didaktis (pendidikan; ay.12). Atas dasar keyakinan akan fungsi dan martabat Taurat seperti itu si pemazmur pun melambungkan doa permohonannya kepada Allah. Sebab tanpa pertolongan Allah, ia merasa tidak berdaya sama sekali, ia merasa tidak dapat hidup suci (14b), sehingga akhirnya ia pun berharap bahwa Allah sudi atau berkenan menerima seluruh dirinya dan hidupnya (ay.15).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...