Tuesday, May 26, 2020

KITAB 1MAKABE: SEKILAS CATATAN

Oleh: Fransiskus Borgias
Dosen Teologi Biblika pada Fakultas Filsafat UNPAR, Bandung.




Kalau kita membolak-balik dan membaca kitab 1Makabe dengan teliti maka akan terasa sekali bahwa sesungguhnya rada sulit juga bagi kita untuk menemukan penyebutan nama Tuhan Allah dalam kitab 1Makabe tersebut. Mungkin hal itu terasa aneh, tetapi hal itu adalah suatu fakta yang jelas tidak terbantahkan juga. Banyak orang, atas dasar kenyataan tersebut, lalu menganggap bahwa kitab 1 Makabe itu hanyalah sebuah karya sastra keduniaan (sebuah sastra profan yang tidak ada kaitannya apa-apa dengan yang surgawi, yang adikodrati) belaka, tanpa suatu nilai keagamaan apa pun juga. Lebih jauh mereka juga tidak mau mengakui sifat inspiratif dari kitab itu. Artinya, kitab itu tidak berasal dari inspirasi ilahi, tidak turun dari ilham surgawi. Hal itu membawa akibat tertentu pada status kanonik kitab tadi. Yaitu akibatnya ialah bahwa kitab 1Makabe itu tidak lolos masuk daftar protokanon (kanon pertama). Ia hanya lolos dalam daftar deutero-kanon saja. Lumayanlah. Daripada tidak lolos masuk kanon sama sekali, walaupun deutero-kanon (kanon kedua). Sebab ada pihak yang sama sekali tidak mengakui kitab-kitab Deutero-kanonika tersebut.

Tetapi hendaknya selalu disadari oleh para pembaca nan budiman sekalian, bahwa walaupun tidak ada sebutan secara eksplisit nama-ilahi di dalam kitab itu, tetapi tidak bisa disangkal sama sekali bahwa ada rasa hormat yang luar biasa akan nama ilahi itu, sesuatu yang sangat biasa dalam jaman pasca-pembuangan. Jadi, kalau ada rasa hormat, maka rasa hormat itu mengandaikan ada yang dihormati, bukan? Jadi, adanya rasa hormat akan yang ilahi, kiranya sudah dengan sangat jelas memperlihatkan adanya kepercayaan akan yang ilahi itu. Sebab untuk apa ada rasa hormat, kalau yang dihormati itu tidak diyakini ada? Kira-kira begitulah jalan argumentasinya.

Tentu saja agar hal itu bisa diterima, maka ia harus dibuktikan. Cara pembuktiannya sederhana saja yaitu dengan menunjukkan beberapa contoh kongkret saja. Misalnya, rasa hormat itu tampak dalam beberapa gejala atau praktik berikut ini. Pertama, si penulis kitab 1Makabe itu memakai banyak paraphrase untuk Allah. Di sini bisa dikemukakan bebercapa contoh sebagai bukti pendukung: misalnya, ia memakai kata “surga/sorga” (hal itu tampak dalam beberapa teks berikut ini: 3:19: “Sebab bagi Sorga tiada bedanya menyelamatkan dengan perantaraan banyak orang…”; 4:10;40; 9:46; 12:15; 16:3: “Semoga bantuan dari Sorga selalu menyertai kamu”). Surga selalu berarti menunjuk suatu “tempat kediaman” Tuhan, entah bagaimana pun hal itu dibayangkan manusia dalam imajinasi keagamaan mereka (religious imagination of the faithful). Ataupun ia juga memakai kata ganti orang ketiga, “Dia” (hal itu antara lain tampak dalam beberapa teks-teks berikut ini: 2:61: “Belum pernahlah lemah barangsiapa percaya pada Tuhan (di dalam terjemahan kita dipakai kata Tuhan, seharusnya kata ganti orang ketiga “Dia”); 3:22: “Sorgalah (baca: Dialah) yang akan menggempur mereka di hadapan kita!”; 16:3).

Selain itu, para pahlawan yang dikisahkan dalam kitab 1Makabe ini pun, selalu berdoa sebelum mereka masuk ke dalam medan perang dan tentu saja hal itu mengandaikan bahwa mereka percaya pada kekuatan doa dan percaya kepada sang arah dan tujuan doa tersebut (hal itu misalnya tampak jelas dalam beberapa teks-teks berikut ini: 3:46-54: “Kemudian berserulah mereka ke Sorga dengan suara lantang…”; 4:10: “Nah sekarang, baiklah kita berseru kepada Sorga, semoga Tuhan (Dia) berkenan kepada kita dan ingat akan perjanjian dengan nenek moyang kita lalu pada hari ini juga menggempur bala yang di hadapan kita itu”; 7:37-38: “Rumah ini telah Kaupilih, supaya disebut menurut namaMu dan supaya menjaga rumah sembahyang dan doa bagi umat-Mu. Sudilah kiranya Kaubalas dendam kepada orang itu dan kepada bala tentaranya! Semoga mereka tewas karena pedang! Ingatlah kepada hujatan mereka dan jangan membiarkan mereka tetap hidup”; 9:46: “Maka dari itu menjeritlah sekarang kepada Sorga, supaya kamu diselamatkan dari tangan musuh kita!”; 11:71; 12:11).

Akhirnya, pengarang kitab itu juga berbicara tentang Allah sebagai sang penyelamat Israel (hal itu misalnya tampak jelas dalam beberapa teks berikut ini: 2:61; 3:10; 12:15: “Sebab kami telah mendapat bantuan dari Sorga yang datang membantu kami. Dan kamipun telah dibebaskan juga dari musuh kami yang direndahkan”; 16:3: “…Semoga bantuan dari Sorga selalu menyertai kamu!”). Dan kita semua sudah tahu dengan pasti bahwa doa selalu mengandaikan adanya iman dan harapan dan kasih akan Allah. Kalau orang berdoa, maka hal itu berarti orang percaya akan Allah. Tidak mungkin orang berdoa tanpa adanya sikap dasar percaya dan berharap tersebut.

Pengarang kitab 1Makabe juga tampak lebih menekankan elemen manusia daripada elemen ilahi di dalam sejarah; mungkin karena manusialah yang terlibat di dalam mengarungi gelombang dan dinamika sejarah itu sendiri. Walaupun ada penekanan seperti itu, adalah sangat jelas juga bahwa pengarang 1Makabe ini sangat dipengaruhi oleh satu kebenaran yang mendasar yaitu bahwa adalah Allah-lah yang menuntun perkembangan dan dinamika sejarah. Allah itu juga yang memutuskan dan menentukan perihal nasib dari umat Pilihan-Nya. Adalah satu hal yang sangat pasti tentang kitab ini. Yaitu bahwa melalui kitab ini sang penulis ingin membuat para pembacanya menjadi sangat terkesan akan kasih Allah, cinta akan bangsa, kesetiaan kepada hukum Taurat, dan keteguhan untuk mengabdi Allah, apapun dan bagaimanapun keadaannya. Semua nilai-nilai itulah yang ditunjukkan dan dihayati oleh para tokoh agung yang dikisahkan di dalam kitab ini.

Kalau dikatakan barusan bahwa pengarang menekankan rasa bakti kepada Allah, daripada kepada manusia, kiranya hal itu sangat jelas merupakan sikap antithesis orang Yahudi (para pemimpin yang sadar dan punya visi historis serta teologis tertentu) terhadap keangkuhan helenisme yang sangat bercorak antroposentris (berpusat pada manusia, menjadikan manusia sebagai pusat) itu. Nilai dan daya tarik yang kuat dan abadi dari kitab ini terletak di dalam ajakannya yang samar-samar namun kuat kepada para pembacanya, yaitu ajakan untuk menyamai bahkan bila perlu juga melampaui semangat, kegairahan, dan kelemah-lembutan dari para pahlawan Makabe ini sebagaimana yang sudah dibentangkan dengan sangat jelas dalam kitab ini.
Jadi, keagungan dan kesatriaan para pahlawan Makabe dikisahkan sedemikian rupa untuk dapat menjadi model bagi para pembacanya untuk dijadikan patokan dan teladan. Kalau bisa di dalam perilaku mereka, mereka berusaha menyamai idealisme para tokoh Makabe. Jauh lebih hebat lagi jika mereka bisa melampaui kehebatan para tokoh pahlawan Makabe tersebut. (NB: Hal ini sangat berbeda dengan kitab Esther, yang karena tidak ada sebutan nama YAHWEH sama sekali di dalamnya, maka diberi beberapa sisipan dan tambahan di sana sini; di dalam tambahan itulah ada nama Allah; dengan cara itu maka kitab itupun lalu memiliki nilai religious juga. Tanpa tambahan itu, maka kita Eshter adalah kitab roman percintaan dan perjuangan yang bersifat secular semata-mata).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...