Saturday, May 26, 2012

PREFASI HARI RAYA PENTAKOSTA

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Dalam perayaan Liturgi, ada banyak alasan yang dapat kita pakai untuk bersyukur kepada Allah. Salah satunya ialah alasan bahwa kita hidup dan bernafas. Hidup dan nafas (nefesy) kita adalah anugerah dari Allah sendiri yang patut terus menerus disyukuri. Pada hari ini, alasan untuk bersyukur itu ialah karena Hari Raya Pentakosta. Itulah yang dikatakan dengan eksplisit dan lantang dalam Prefasi yang kita dengar hari ini dinyanyikan imam (Prefasi pada hari Raya harus dinyanyikan). Mengapa kita harus bersyukur pada Hari Raya Pentakosta ini? Di dalam Prefasi ini diberikan sebuah alasan teologis yang sangat penting dan mendasar. Alasan itu ialah karena Hari Raya Pentakosta adalah “mahkota Perayaan Paska.” Kita yakin bahwa Tuhan sendirilah yang telah menetapkan Hari Raya Pentakosta ini sebagai mahkota Perayaan Paska. Fakta itulah yang menjadi alasan bagi kita untuk bersukaria, untuk memuji Allah dan bersyukur kepada Allah. Tetapi apa mahkota itu? Mahkota itu ialah anugerah Roh Kudus itu sendiri. Allah menganugerahkan Roh Kudus itu kepada persekutuan umat. Umat itu adalah umat yang dipanggil dan dikumpulkan serta dibentuk oleh Tuhan sendiri, sebagaimana dinyatakan di sana: umat itu adalah hasil karya kasih Allah juga. Allah-lah yang telah menggabungkan mereka dengan sang Putera. Lebih jauh dikatakan bahwa Allah-lah yang mengangkat umat mejadi anak-anak-Nya sendiri. Luar biasa. Tidak ada alasan lain lagi yang lebih mendalam dan lebih mendasar dari hal itu untuk bersyukur kepada dan memuji Allah. Selain itu pada Hari Raya Pentakosta kita juga merayakan hari lahir Gereja. Ya, Pentakosta adalah hari jadi Gereja. Gereja mulai hidup dan berada, mulai menjadi, sejak peristiwa Pentakosta itu. Jadi, gereja adalah gereja yang bercorak pentakostalis karena ia lahir dari dan karena kedatangan Roh Kudus. Peristiwa kedatangan Roh Kudus itu memeterai hari jadi Gereja.

Roh Kudus yang datang pada Hari Raya Pentakosta ini melakukan beberapa tugas atau karya agung. Pertama, Roh Kudus menerangi semua bangsa dengan pengertian Allah yang benar. Artinya Allah sendiri yang memberi pengertian yang benar, dan hal itu membawa efek terang bagi para bangsa. Kedua, Roh Kudus itu menyatu-padukan seribu satu bahasa dalam pengakuan ima yang satu dan sama. Kata “menyatu-padukan” di sini sangat penting. Hal itu serta merta membawa ingatan kita jauh-jauh ke masa silam yaitu ke peristiwa Babel sebagaimana dilukiskan dalam Kitab Kejadian (Kej.11). Dari kisah dalam Kitab Kejadian itu kita tahu bahwa bahasa anak manusia di muka bumi ini telah dikacau-balaukan oleh Tuhan sehingga mereka tidak bisa mengerti satu sama lain dan dari sana timbul perpecahan, timbul konflik atau pertikaian, karena mereka sudah tidak bisa memahami satu sama lain. Sekarang, apa yang dulu dikacau-balaukan dalam peristiwa menara Babel yang terkenal itu, karena drama keangkuhan dan ambisi manusia yang mau naik ke surga, kini dapat dipulihkan kembali pada jaman gereja, dengan peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas mereka di bumi ini. Seluruh muka bumi pun bersukacita karena dilimpahi sukacita Paskah. Itulah yang dapat kita dengar dari Bacaan Pertama pada hari ini yang diambil dari Kisah Para Rasul 2:1-11. Nanti buah hidup dalam Roh itu (Bacaan II) akan disinggung di bagian akhir tulisan ini yang akan dipertentangkan dengan hidup di dalam daging.

Jika selama novena Roh Kudus kita dengan tekun dan kuhsyuk berdoa memohon sapta karunia Roh Kudus, maka pada hari ini Roh Kudus yang sudah turun itu membaharui muka bumi, sebagaimana yang kita gemakan dalam Mazmur Antar Bacaan (baik Refrein maupun ayat-ayatnya; begitu juga dengan Alleluia, bait pengantar injil). Inilah ketujuh karunia Roh Kudus itu, yang dibeberapa tempat didoakan selama masa novena Pentakosta ini: Roh Hikmat, Roh Pengertian, Roh Nasihat, Roh Keperkasaan, Roh Pengenalan Akan Allah, Roh Kesalehan, Roh Takut akan Allah (Doa memohon ketujuh Karunia Roh Kudus itu dapat ditemukan dalam buku Puji Syukur No.93). Ketujuh karunia Roh itu adalah roh yang menyertai Imanuel tatkala Ia datang ke bumi ini, sebagaimana pernah dinubuatkan nabi Yesaya (Yes.11:2-3, yang diangkat oleh G.H.Haendel menjadi salah satu teks untuk karya agungnya The Messiah). Praksis kesalehan Katolik sangat menarik perhatian karena selalu ada angka tujuh yang terkait satu sama lain. Selain Sapta Karunia Roh Kudus ini, kita juga mengenal ketujuh sakramen. Selain itu kita juga mengenal ungkapan ketujuh kebajikan Kristiani (yang terdiri atas empat kebajikan kodrati dan tiga kebajikan adikodrati). Akhirnya kita juga punya angka tujuh lain yaitu tujuh dosa pokok. Jadi, walaupun ada tujuh dosa pokok, seharusnya ketujuh dosa pokok itu, direlativir oleh tiga kelompok angka tujuh yang lain yang dapat membantu kita mengatasi dosa kita, yang dapat membawa kita kepada idealisme kesempurnaan hidup sebagaimana dituntut oleh Tuhan Yesus sendiri dalam injil Matius (Mat 5:48: yang bunyinya kurang lebih demikian, “Hendaklah kamu menjadi sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna”). Mengingat kesemuanya itu, tradisi Katolik selalu optimis bahwa hidup berkebajikan itu adalah mungkin, menjadi sempurna dalam hidup ini adalah mungkin karena, walaupun kita ditarik ke bawah oleh ketujuh dosa itu, tetapi serentak kita juga selalu diangkat ke atas oleh tiga kelompok angka tujuh yang lain (tujuh karunia Roh Kudus, tujuh sakramen, tujuh kebajikan).

Nah, Hari Raya Pentakosta yang kita rayakan pada hari ini, mengingatkan kita semua sekali lagi akan hal itu semua, agar jangan sampai kita mudah melupakannya. Kita harus selalu hidup dalam Roh dan Kebenaran yang memerdekakan (Yoh.8:32), dan Roh yang mendatangkan buah-buah yang baik seperti dikatakan dalam Galatia itu (Gal.5:22-23: Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri). Tentu sangat diharapkan bahwa dengan daya pengaruh karya Roh Ilahi ini, kita semua dijauhkan dari kecenderungan untuk hidup dalam dan menurut daging yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora (Gal.5:19-21a). Selamat Hari Raya Pentakosta. Selamat hidup di dalam Roh dan Kebenaran.

Yogyakarta, 29 April 2012

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...