Friday, February 24, 2012

MENIKMATI MAZMUR 82

MENIKMATI MAZMUR 82
Oleh: Fransiskus Borgias M.




Judul Mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Allah dalam Sidang Ilahi.” Jelas judul ini memberi satu keunikan bagi Mazmur ini. Mazmur ini termasuk cukup pendek yaitu hanya terdiri atas 8 ayat saja. Oleh karena itu saya melihatnya sebagai satu kesatuan utuh saja, karena tidak dapat dibagi secara lebih rinci lagi. Jika kita membacanya dengan baik, maka jelas kelihatan bahwa mazmur ini dimulai dengan sebuah deskripsi tentang apa yang dilakukan Allah di surga. Di sana dikatakan bahwa “Allah berdiri dalam sidang ilahi, di antara para allah Ia menghakimi.”

Secara imajiner kita langsung bisa membayangkan suasana di dalam ruang sidang pengadilan surgawi itu. Dilukiskan di sana bahwa Allah berdiri di antara para allah untuk melakukan tindakan penghakiman atau pengadilan. Pertama sekali, sebutan “para allah” ini pasti saja membingungkan kita semua. Apa atau siapakah yang dimaksud? Sekali lagi, pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Tetapi demi sederhananya, kita pahami saja bahwa yang dimaksud di sini ialah para malaekat, walau usul ini juga masih cukup problematis dan belum tentu bisa diterima oleh semua orang. Kita tinggalkan saja persoalan itu sampai di situ. Mari kita melangkah lebih lanjut. Yang jelas di sini kita diberi gambaran bahwa Allah mengadakan sebuah sidang surgawi untuk melakukan penghakiman, pengadilan.

Nah, isi dari seluruh proses penghakiman/pengadilan itu sendiri dilukiskan dalam ayat 2-7. Dalam ayat 2 penghakiman/pengadilan itu dimulai dengan sebuah pertanyaan retoris, tetapi tidak begitu jelas pertanyaan itu ditujukan kepada siapa. Seperti sebuah pertanyaan yang menggantung saja. Tetapi pertanyaan itu mungkin saja ditujukan kepada para peserta dalam sidang surgawi itu (para allah atau para malaekat tadi). Dalam ayat 3-4 kita dapat melihat apa yang menjadi fokus perhatian Allah, yakni mengupayakan keadilan bagi orang-orang yang lemah, anak-anak yatim. Allah juga menyerukan agar hak orang-orang sengsara dan yang berkekurangan harus dibela. Tetapi dibela dari atau melawan siapa? Tentu saja dibela dari orang-orang fasik: orang lemah dan orang miskin harus dilepaskan dari tangan orang fasik dengan demikian mereka bisa luput. Di sini Allah dilukiskan sebagai sang Pembela dan sang Pembebas (the Liberating God). Itu tidak lain karena Allah adalah sang mahapengasih dan penyayang, the mercyful God, yang tentu saja lebih jauh memancar dan mengalir dari kenyataan bahwa Allah adalah kasih (Deus est charitas).

Ayat 5 agak sulit dipahami dalam konteks ini sekarang, sebab tidak jelas siapa yang dimaksud dengan ungkapan mereka di sini. Dalam bagian berikut ini saya ajukan beberapa kemungkinan pemahaman mengenai mereka itu. Pertama, kata mereka itu bisa berarti orang-orang yang lemah tadi. Jika inilah yang dimaksudkan, maka seruan ini bertujuan untuk sebuah penegakan moral orang fasik, mendidik mereka agar tidak lagi menjadi penindas dan penghisap. Kedua, kata mereka itu bisa juga berarti orang fasik itu sendiri. Jika ini yang dimaksud maka seruan dalam ayat 5 itu adalah sebuah seruan pedagogis moral juga untuk menyadarkan orang-orang fasik agar jangan menjadi batu sandungan atau scandalum bagi orang lemah dan tidak berdaya.

Bagi saya ayat 6 lebih sulit lagi untuk dijelaskan dan dipahami. Di sini kita membayangkan Allah sedang mengucapkan sesuatu kepada atau tentang para peserta dalam sidang surgawi tadi. Di sini ada keterangan mengenai status mereka. Yang jelas status mereka itu sangat unik. Di satu pihak mereka itu mempunyai martabat luhur karena mereka disebut anak-anak Yang Mahatinggi. Dalam artian itu mereka juga adalah makhluk imortal. Tetapi serentak di pihak yang lain, mereka juga makhluk yang fana, yang dapat mati, makhluk mortal, sama seperti nasib yang dialami oleh manusia yang hidup di muka bumi ini (ayat 7). Suatu saat mereka akan mati. Tetapi berbeda dari manusia, mereka hidup di hadapan Allah dalam ruang sidang pengadilan/penghakiman surgawi sebagaimana dikesankan dalam Mazmur ini.

Atas dasar pelukisan mengenai peran dan fokus Allah dalam sidang dewan surgawi itu, si pemazmur mengakhiri mazmur ini dengan sebuah doa permohonan (ayat 8). Dalam doalnya itu ia memohon agar Allah sudi bangun untuk menghakimi bumi ini; si pemazmur ini berani memanjatkan doa itu karena ia sangat yakin bahwa Allah-lah yang memiliki dan menguasai segala bangsa, bahkan Ia adalah sang penguasa seluruh alam semesta. Si pemazmur berdoa agar Allah sebagai penguasa segala bangsa mau menjadi hakim atas dunia dan manusia, sebab hanya penghakiman Allah sajalah yang benar dan adil, yang mendatangkan keadilan dan damai sejahtera bagi orang-orang miskin. Pengadilan manusia cenderung tidak adil dan menindas.

1 comment:

Unknown said...

Bandingkan dengan Johanes 10:34-36

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...