Thursday, September 17, 2009

MENDALAMI DAN MENIKMATI MAZMUR 52

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)


Judul Mazmur ini sangat menarik perhatian: yaitu Hukuman terhadap orang fasik. Mazmur ini termasuk cukup singkat, hanya sebelas ayat. Mazmur ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, untuk memudahkan pemahaman. Bagian I: ay.2-6; bagian II: 7-9. Bagian III: 10-11. Isi masing-masing bagian itu dapat dibeberkan di bawah ini.

Bagian I diawali dengan sebuah pertanyaan yang menggugat perbuatan orang fasik (disebut pahlawan, tetapi itu adalah sebuah sebutan berolok-olok, ironi) melawan orang benar (atau orang yang dikasihi Allah). Lalu menyusul beberapa perbuatan orang fasik itu. Intinya, semua perbuatan itu adalah perbuatan jahat, yang menimbulkan kekerasan dan kebinasaan. Perbuatan jahat itu diungkapkan dengan pelbagai macam ungkapan bahasa. Ia dituduh merancang penghancuran. Lidahnya dianggap berbahaya (ay.4). Perilaku moralnya juga tidak patut ditiru karena ia lebih mencintai kejahatan daripada kebaikan (ay.5), ia lebih condong kepada tipu mustlihat daripada kejujuran. Ia juga dicap penipu yang kata-kata lidahnya tidak dapat dipegang.

Bagian II, memperlihatkan bagaimana sikap Allah terhadap orang fasik. Memang orang benar mungkin menjadi tidak berdaya di hadapan perilaku dan rancangan jahat orang fasik. Tetapi orang benar tidak sendirian dalam hidup ini. Melainkan Allah menyertai dan melindungi dia. Allah akan bertindak atas nama dan demi membela orang saleh. Tidak tanggung-tanggung dikatakan bahwa Allah akan mematikan dan menghancurkan orang fasik. Semua kata kerja yang dipakai dalam ayat 7 memperlihatkan tindakan Allah untuk membela dan melindungi umatnya. Tindakan Allah untuk membela orang benar dinyatakan dengan memakai beberapa kata kerja yang kuat: orang jahat akan dirobohkan, mencabut dari dalam kemah (sama dengan membunuh, mematikan), mencampakkan dia dari dunia orang mati. Sesudah itu menyusullah reaksi orang benar ketika menyaksikan semuanya itu. Mereka menjadi takut ketika menyaksikan semuanya itu. Baru sekarang inilah orang benar menertawakan orang fasik (ay.8). Orang benar akan mencemoohkan dia (ay.9). Ia dicemoohkan karena tidak percaya kepada Allah, karena ia lebih mengandalkan dirinya sendiri dan kekayaannya, lalu lupa akan Allah.

Bagian III, melukiskan nasib dari orang benar. Singkatnya nasib orang benar itu menjadi sebuah kontras nasib orang fasik. Kalau orang fasik itu condong kepada alam maut, maka nasib orang benar itu justru sebaliknya: ia akan hidup. Tidak hanya sekadar hidup, melainkan hidup dalam kelimpahan. Nasib baik itu diibaratkan di sini oleh si pemazmur dengan ibarat pohon zaitun yang hijau. Hijau itu tanda kehidupan dan pengharapan. Itu semua terjadi, karena ia hidup di dalam Allah, di hadapan hadirat Allah, bahkan dalam rumah Allah (ay.10a). Dalam ayat 10b, kita dapat menemukan kontras yang sangat unik antara sikap orang fasik dan orang benar. Kalau dalam ayat 9 kita membaca bagaimana sikap hidup orang fasik, maka di sini kita melihat sikap hidup orang benar, yaitu ia percaya akan kasih setia Allah. Itu jelas berbeda dari sikap orang fasik dalam ay 9, karena orang fasik itu lebih percaya dan mengandalkan hartanya, kekayaannya, dirinya sendiri, dan tidak mengandalkan Allah. Allah tersingkirkan karena ia mempunyai banyak harta. Akhirnya, di hadapan nasib baiknya itu, orang baik hanya mempunyai satu sikap hidup saja yang tepat, yaitu bersyukur kepada Allah, untuk selama-lamanya. Ia terdorong melakukan hal itu, karena ia akhirnya sadar dan melihat bahwa Allahlah yang bertindak melakukan semuanya ini. Ia berniat untuk memahsyurkan nama baik Allah di depan semua orang yang saleh dan benar (ay.11).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...