Monday, November 24, 2008

ALLAH SUMBER DAMAI SEJAHTERA RAJA: MAZMUR 21

Oleh: Fransiskus Borgias M. (EFBE@fransisbm)

Judul Mazmur ini dalam Alkitab kita ialah “Nyanyian syukur karena kemenangan raja.” Jadi tampak suatu kaitan tematis dan isi dengan mazmur terdahulu. Memang mazmur ini adalah nyanyian ucapan syukur, sebuah “eucharistia.” Maka tidak mengherankan bahwa nada-nada syukur itu terasa dari awal hingga akhir, dari ayat ke ayat.

Secara tertentu mazmur ini boleh juga disebut sebagai “mazmur politik,” karena ia membicarakan tentang legitimasi kekuasaan raja. Di sini digambarkan bahwa raja adalah penguasa atas tatanan dan realitas politik, dengan cakupan batas-batas wilayah geografis tertentu. Kekuasaan raja itu mempunyai beberapa legitimasi, justifikasi, dan pendasaran. Seluruh mazmur ini sebenarnya mencoba melukiskan legitimasi teologis kekuasaan seorang raja atau penguasa politis tertentu. Inti legitimasi itu dapat dilukiskan secara singkat sbb: Raja dapat berkuasa karena Allah berkenan kepadanya. Dengan kata lain, raja dapat berkuasa karena kuasa itu diberikan dari atas kepadanya. Kalau tidak, maka ia tidak dapat berkuasa. Raja bersukacita karena kuasa yang berasal dari atas atau dari Allah. Raja bersorak kegirangan karena Tuhan memberinya kemenangan (ayat 2). Ayat 3 melukiskan pengalaman doa yang terkabulkan.

Jalan pikiran ini dilanjutkan dalam ayat 4-6. Diyakini bahwa raja mendapat berkat, mendapat mahkota, mendapat rahmat hidup dan umur panjang (dalam bahasa perjanjian lama itulah beberapa unsur “shalom” Allah bagi manusia), dari Allah semata-mata, bukan dari sumber-sumber lain. Raja mendapat kemuliaan besar dari Allah karena kemenangan. Pada gilirannya, raja mampu menjadi berkat atau shalom bagi yang lain. Kemampuan menjadi berkat atau shalom bagi yang lain itulah yang bisa melestarikan kekuasaan sang raja: ia mampu menjadi “summum bonum” bagi rakyat. Bukan malah menjadi pembawa bencana bagi rakyat (ayat 7) seperti yang sedang terjadi pada kita saat ini, di mana pemerintah sepertinya tidak berdaya lagi mendatangkan kesejahteraan sosial bagi rakyat. Dalam konteks seperti ini legitimasi kekuasaan biasanya semakin merosot dan itulah pertanda awal bencana bagi mereka.

Dalam ayat 8 dilukiskan pendasaran teologis kekuasaan raja. Dikatakan secara singkat bahwa Raja kokoh dan makmur karena imannya dan karena kasih karunia (charis) dari Allah semata-mata. Ayat 9-13, melukiskan pengalaman itu secara negatif. Artinya kalau kini sang raja kokoh dalam kekuasaanya, hal itu tidak lain karena Allah mengalahkan musuh-musuhnya. Dengan kata lain, dalam gugusan ayat-ayat ini dilukiskan apa yang dibuat atau dikerjakan Allah kepada atau atas musuh-musuh raja. Perhatikan baik-baik bahwa semua kata kerja dalam gugusan ayat-ayat ini hanya melukiskan satu hal, yaitu sang raja berjaya karena dan intervensi (campur tangan) Allah dalam percaturan politik kekuasaan sang raja. Kosa kata kerja yang dipakai di sini diambil dari medan perang. Ya, raja bisa menertibkan tata sosial dan tata kosmos (walau dalam artian terbatas) karena iman akan Allah, karena kasih karunia dan penyertaan Allah. Atas dasar pengalaman dan keyakinan itu maka si pemazmur dalam ayat 14 bisa berseru dengan lantang kepada Allah: “Bangkitlah, ya TUHAN, di dalam kekuasaanMu! Kami mau menyanyikan dan memazmurkan keperkasaanMu.” Semoga anda tidak asing dengan kutipan ayat ini sebab inilah salah ayat mazmur yang diangkat sebagai lagu mazmur antar bacaan: Bangkitkanlah ya Tuhan kegagahanMu, dan datanglah menyelamatkan kami.


No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...