Isengo Ergo Sum
oleh: Fransiskus Borgias M (EFBE@fransisbm)
Siswa seminari adalah manusia biasa yang penuh dengan kelebihan dan kekurangan yang alami dan kodrati. Mereka adalah kumpulan anak-anak dari pelbagai latar belakang ekonomi keluarga, juga dari latar belakang psikologi yang beragam, berasal dari latar belakang sosio kultural berlainan. Misalnya, ada yang berasal dari keluarga yang cukup berada. Hal itu mudah kelihatan, misalnya dari mutu dan jumlah baju dan celananya. Juga dari mutu sandal yang dipakainya. Ada spesialisasi: untuk hari biasa, untuk hari minggu.
Ada juga yang berasal dari keluarga yang biasa-biasa. Tidak mencolok. Sebagian besar berasal dari golongan ini. Saya merasa berasal dari kelompok ini. Gaji pegawai negeri guru sekolah dasar dari ayahku tidak memungkinkan saya bermegah-megah. Saya berusaha mendukung kesederhanaan hidup ayah saya yang selalu berkata: cukupkan dirimu dengan gajimu. Setelah saya membaca kitab suci, saya baru tahu bahwa kalimat itu berasal dari Lukas (3:14). Entahlah, ayah saya mengambilnya dari mana. Semoga juga dari injil Lukas. Atau mungkin dari kesadaran akan kode etiknya sebagai guru. Ada yang berasal dari keluarga miskin (pra-sejahtera, istilah orde baru). Itu tampak dari jumlah dan mutu baju. Sandalnya pun hanya satu. Kalau kita buka lemarinya, isinya sedikit.
Latar belakang ekonomi ini tercermin juga dalam sikap menghadapi fasilitas seminari. Ada yang sulit makan, mungkin karena merasa apa yang ada di seminari tidak sebagus seperti di rumahnya. Orang dari latar belakang ekonomi miskin umumnya bisa menerima apa yang ada dengan rasa syukur (walau tidak selalu). Mungkin karena standar menu di seminari lebih tinggi dan lebih baik dari menu di kampungnya. Buktinya? Setelah enam bulan di seminari dan mereka berlibur ke kampung, biasanya mereka sudah lebih gemuk, lebih cakep, lebih bersih karena biasa dan bisa mandi setiap hari.
Selain latar belakang ekonomi, ada juga latar belakang religius dan psikologis. Hal itu tampak juga dalam perilaku siswa. Ada yang tidak bisa berdisiplin. Seakan disiplin itu adalah sesuatu yang susah bagi mereka. Mereka susah menerima prinsip seminari: Serva ordinem et ordo servabit te. Tampak bahwa ada siswa yang tidak biasa berdoa. Malah bingung kalau disuruh berdoa. Padahal seluruh hidup di seminari, ditata di sekitar doa. Hal itu tampak dari tata letak gedung seminari yang menempatkan kapel sebagai jantung seluruh ruangan lain. Kira-kira seperti dalam kampung tradisional Manggarai yang menempatkan altar pemujaan leluhur, agama asli di tengah kampung. Jangan-jangan sang arsitektur “mengadopsi” bentuk kampung asli itu, dalam rangka inkulturasi seminari ke dalam kultur Manggarai.
Di seminari anda tidak bisa menghindarkan diri dari doa. Kalau harus berdoa, orang seperti itu hanya bisa berdiri dan hanya mengamat orang lain berdoa, dan sesudah itu menguraikan perilaku pendoa itu sebagai guyonan. Kalau hanya sampai di sini, tidak apa-apa. Itu masih baik. Ada satu teman yang super iseng. Sebut saja namanya Markus. Orang ini bukan pendoa. Kalau dalam pengakuan dosa (wajib setiap Jum’at) ia diberi penintensi jalan salib, maka ia bisa berdoa jalan salib itu dalam satu menit: masing-masing stasi kurang-lebih 3-5 detik. Selesai. Orang ini raja iseng. Melihat orang ini, saya selalu berpikir bahwa filsafat hidupnya ialah filsafat iseng. Dengan iseng ia menyatakan dan menegaskan keberadaannya: isengo ergo sum. Aku iseng, maka aku ada. Biasa sekali bagi dia bicara bisik-bisik di telinga temannya yang sedang berdoa dengan mata tertutup. Ia tidak akan berhenti sampai teman itu membuka matanya. Kalau itu terjadi, ia puas. Ia merasa menang. Nafsu isengnya seakan terpuaskan. Tetapi orang ini bunglon. Pandai menyimpan sifat isengnya sampai tidak kelihatan pimpinan. Dalam ketakutan yang saleh, sebagian besar seminaris segan melaporkan dosa orang lain, melainkan merasa cukup skrupel dengan diri sendiri. “Correctio fraternal,” masih sulit. (EFBE@fransisbm)
canticum solis adalah blogspot saya untuk pendalaman dan diskusi soal-soal filosofis, teologis, spiritualitas dan yang terkait. Kalau berkenan mohon menulis kesan atau komentar anda di bagian akhir dari artikel yang anda baca. Terima kasih... canticum solis is my blog in which I write the topics on philosophy, theology, spiritual life. If you don't mind, please give your comment or opinion at the end of any article you read. thanks a lot.....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
PEDENG JEREK WAE SUSU
Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari Puncak perayaan penti adala...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm) Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu terdiri atas 22 ayat, mengikuti 22 abjad Ib...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Judul Mazmur ini dalam Alkitab ialah Doa mohon Israel dipulihkan. Judul itu mengandaikan bahwa keadaan Israe...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Sebagai manusia yang beriman (percaya), kiranya kita semua sungguh-sungguh yakin dan percaya bahwa Tuhan itu...
No comments:
Post a Comment