Thursday, June 11, 2020

DUA LAGU ANAK-ANAK BERMASALAH? BGN 1

Oleh: Fransiskus Borgias 

Beberapa waktu belakangan ini saya secara kebetulan saja menemukan sebuah video di youtube. Video itu berisi rekaman ceramah seorang ustad di hadapan umatnya. Saya tidak usah menyebut nama ustad tersebut. Saya cukup mendeskripsikan isi videonya tersebut secara verbal dalam tulisan saya yang singkat dan sederhana ini. 

Dalam video itu ia mempostulasikan dua hal pokok berikut ini. Pertama, bahwa bahkan ada lagu-lagu anak-anak yang sengaja diciptakan untuk program Kristenisasi di Indonesia. Lagu yang ia maksudkan ialah lagu-lagu anak-anak yang berjudul Naik-naik ke puncak gunung. Menurut si penceramah, lagu ini sesungguhnya adalah sebuah lagu dengan latar belakang orang Kristen khususnya Katolik (bukan Protestan) karena syair-syair lagu itu ia kaitkan dengan praksis tanda salib. Kata-kata "naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali" itu pasti menunjuk ke atas, dan itu adalah tiang salib vertikal. Ada atas jadi ada bawah. Lengkap sudah tiang vertikal itu. Tetapi itu belum salib kalau hanya satu tiang vertikal, tegak lurus dengan langit. Nah baru datanglah baris kedua dari syair lagu tersebut yang berbunyi sebagai berikut: "Kiri-kanan kulihat saja." Menurut tafsir imajinasi ngawur sang ustad, gerak kata-kata kiri-kanan itu adalah lambang salib tiang palang melintang (horizontal). Nah barulah lengkap sudah bentuk salib itu. Jadi, lagu itu adalah lagu Kristenisasi di tengah masyarakat muslim yang mayoritas di negeri enamdua ini. 

Tidak hanya berhenti di situ. Karena lagu itu masih ada kelanjutannya. Potongan syair yang baru saja saya kutip tadi masih disambung dengan kata-kata berikut ini: "Banyak pohon cemara." Nah, ternyata pohon cemara ini juga sangat bermasalah bagi si ustad ini. Pohon cemara itu adalah pohon import, tetapi ia tidak menyebut import dari mana. Dan rupanya ia menyampaikan ceramahnya di suatu daerah di Sumatera. Sebab ia mengatakan, bahwa di sini ini (Sumetera) banyak pohon sawit. Rupanya ia ceramah di tengah kebun kelapa Sawit. Dia lupa bahwa Sawit itu juga import dari Afrika, oleh si Kumpeni Kafir Belanda dan mula-mula dibudidayakan di Kebun Raya Bogor. Baru setelah terbukti bisa hidup barulah dibudidayakan secara massal di negeri enampuluh dua ini. Apa masalah dengan pohon cemara itu? Ya, pohon cemara itu adalah pohon natal. Jadi, saat lagu anak-anak itu menyebut pohon cemara, sebenarnya dia mengingatkan kita semua akan Natal. Hemmmmm..... Catatan kritis saya akan saya berikan pada bagian kedua dari artikel singkat ini. 

Kedua, bahwa ada juga lagu anak-anak yang bahkan dengan sengaja menimbulkan efek kebencian terhadap umat muslim. Hemmmmm... Lagu yang ia maksudkan ialah lagu yang berjudul "Balonku ada lima." Yang menjadi masalah bagi dia ialah bagian syair lagu bait kedua. "Meletus balon hijau." Selama ini, entah bagaimana prosesnya, memang warna hijau, dalam wacana politik di Indonesia, selalu diasosiakan dengan kelompok Islam. Suatu hal yang tidak atau belum saya mengerti tentu saja. Kenapa hanya balon hijau saja yang meletus? Itu adalah program memecah-belah dan menebar kebencian terhadap umat muslim di negeri ini. Apalagi di bagian akhir dari bait tersebut dikatakan "Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat." Pokoknya selain yang hijau yang sudah meletus tadi, ya dipegang erat-erat. Hemmmm..... 

Bersambung.... 

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...