Oleh: Fransiskus Borgias
Dosen dan Peneliti Senior pada Fakultas Filsafat UNPAR, Bandung.
Ya,
kesenian alamiah. Ini adalah terjemahan dari ungkapan natural arts dalam Bahasa
Inggris. Rasanya sudah ada yang memakai istilah itu. Pasti
dengan makna dan pemahaman berbeda juga. Tidak apa-apa. Saya memakainya dengan
pemahaman dan pemaknaan saya sendiri. Itulah yang ingin saya usahakan dalam
tulisan yang singkat dan sederhana ini. Apa pun yang orang maksudkan dengan
ungkapan itu, inilah makna yang saya maksudkan di sini. Yang saya maksudkan
dengan ungkapan itu adalah ini. Alam dengan daya kekuatannya sendiri bisa
bergerak dan menggerakkan unsur-unsur di dalam dirinya. Sesudah terjadi
pergerakan itu maka akan muncul pola-pola yang indah dan mengagumkan. Terkadang
pola-pola itu tidak terduga-duga sama sekali. Nah itulah yang saya maksud
dengan natural arts itu (kesenian alamiah). Mungkin penjelasan dan definisi di
atas masih terlalu kabur atau belum jelas. Mungkin juga dianggap terlalu
abstrak. Nah, untuk membuatnya menjadi jelas dan kongkret, saya akan
mendukungnya dengan beberapa contoh. Saya berharap contoh-contoh ini akan bisa
menjelaskan apa yang saya maksudkan dengan istilah itu.
Contoh
pertama, air yang meresap ke dalam tanah yang mengandung kapur. Di dalam tanah
itu ada gua bawah tanah. Setelah menembus tanah di permukaan akhirnya air tadi
merembes dan menetes dari langit-langit gua. Tetapi
karena tetes-tetes air itu mengandung kapur, maka lama kelamaan tumbuhlah stalagmite
(bawah) dan juga stalagtit (atas). Terkadang dalam jangka waktu yang panjang,
stalagtit dan stalagmite itu bertemu dan menyambung, membentuk tiang-tiang eksotis
di dalam gua, seakan-akan mereka menyangga langit-langit gua itu agar tidak
roboh. Di banyak tempat tiang-tiang itu, baik stalagtit maupun stalagmite dibaluri
batu-batu Kristal kemilau indah. Kalau mereka terkena sinar lampur senter, mereka
memantulkan pantulan cahaya yang sangat indah dan mengagumkan. Luar biasa. Setidaknya
saya sudah melihat hal itu di gua Batu Cermin di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Saya
juga pernah melihat hal itu di Liang Woja di beo Golo, Cibal. Juga saya pernah
melihatnya di sungai bawah tanah di gua Pindul, Gunung Kidul, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Contoh
lain: gundukan pasir di pantai Parang Tritis, Bantul. Di
beberapa tempat, pasir pantainya cukup luas sehingga terkesan seperti padang
pasir dalam bentuk mini. Angin laut selatan biasanya bertiup kencang. Saat datang
angin yang bertiup, maka ia pun menyapu permukaan pasir itu. sapuan angina yang
bertiup itu membentuk pola-pola gundukan pasir yang sangat indah. Dan pola-pola
itu berubah setiap saat. Proses perubahan permukaan gundukan itu juga sangat
indah. Kalau ada yang memfoto gundukan itu, maka foto itu hanya mengabadikan
sepersekian detik saja dari totalitas proses pembentukan keindahan alamiah itu,
the natural arts tadi. Kalau ada yang bikin video, maka video itu pun juga
hanya merekam sepersekian detik saja dari proses dinamis terciptanya keindahan
itu.
Lain
lagi ceritanya dengan pasir yang terletak di bibir pantai tepat di bagian ombak
menghempas lelah secara abadi tetapi tidak pernah bosan-bosan, sebab ia akan
kembali lagi, menghempas lagi, tampak terkesan lelah lagi dan kembali lagi. Nah,
seluruh proses itu juga ikut membentuk pola-pola pasir di pantai. Pasir itu
disapu ombak, dihempas ombak. Ombak kembali. Saat ombak itu surut kembali ke
laut, maka terbentuklah pola-pola indah di pasir, sebagai jejak-jejak sapuan
air laut yang menghempas. Indah. Wow. Amazing. Kalau yang ini juga difoto
ataupun divideo, maka foto dan video itu hanya merekam seperti sekian detik
atau menit saja dari proses pembentukan keindahan itu. Alam laut, alam pantai,
selalu melukis, selalu mengukir setiap saat. Tiada pernah berhenti. Sungguh mengagumkan
bagi jiwa yang mudah terhanyut dalam kontemplasi kosmik.
Contoh
lain: abu vulkanik di gunung api. Abu itu, saat diletupkan
keluar dari perut bumi di puncak gunung, juga membentuk awan-awan panas yang
sangat indah dan mengagumkan, tetapi sekaligus juga sangat mengerikan dan
menakutkan, sebuah perpaduan paradoksal antara tremendum dan fascinossum di
dalam wacana religious dari Rudolf Otto itu. tidak seberapa lama, debu panas
vulkanik tadi turun ke bumi menutup permukaan tanah. Datanglah hujan. Lalu air
hujan itu membuat debu tadi mengendap dan mengeras. Proses itu juga
menghasilkan endapan-endapan yang sungguh mengagumkan. Indah. Saya bisa melihat
hal ini sewaktu mendaki gunung Papandayan di Garut, September 2017 silam. Juga bisa
saya lihat saat melihat sisa-sisa endapan debu vulkanik dari muntahan gunung
Merapi baik dari Kaliulang, maupun dari arah Muntilan. Endapan-endapan yang
sangat indah.
Mungkin
contoh berikut ini akan membuat beberapa orang terkejut. Bagi saya, peristiwa
tanah longsor juga adalah proses alami dari alam (ibu bumi) itu sendiri untuk
membentuk, membenah dirinya sendiri, mempercantik permukaannya. Tidak jarang
tanah longsor itu membentuk sebuah pemandangan yang indah walaupun juga sangat
mengerikan. Kulit pohon juga sungguh mengagumkan. Tatkala pohon itu masih muda,
kulitnya sangat mulus. Tetapi dengan semakin bertambahnya usia, maka kulit
pohon itu membentuk pecahan-pecahan dan selaput-selaput yang indah. Bahkan terkadang
tumbuh jejamuran juga di sana, jejamuran yang menempel rata di kulit pohon
sehingga memberi warna indah tersendiri bagi kulit pohon tersebut. Permukaan bebatuan
juga selalu mengalami perubahan karena pelbagai gesekan yang terjadi. Ampas kopi
di gelas kopi juga bisa membentuk pola-pola yang indah dan mengagumkan. Terkadang
tidak terduga-duga sama sekali.
Kalau kita
memandang awan di langit. Lalu ada angin bertiup. Angin itu
membentuk pola-pola awan yang indah dan mengagumkan. Luar
biasa. Belum lagi kalau kita memandang awan itu dari atas ketinggian sekian
ribu kaki saat naik pesawat terbang. Hal itu saya alami tahun 2000. Saat itu,
saya mendapat beasiswa untuk belajar teologi di Katholieke Universiteit
Nijmegen, Belanda. Untuk itu saya harus terbang ke sana tanggal 16 Agustus
2000. Saya memakai pesawat terbang KLM. Kami menempuh penerbangan selama 17-18
jam. Kami terbang sangat tinggi. Puji Tuhan saya bisa tidur dengan nyenyak. Saya mendapat
kursi di dekat jendela di sebelah lambung kanan pesawat itu. Tatkala
pagi tiba, saya melihat di kaca monitor bahwa kami terbang di angkasa Eropa
Timur. Saya mendongak keluar. Luar biasa indah. Matahari pagi pancarkan sinar
paginya yang amat silau menyinari awan tebal menggumpal. Oh Praise the Lord.
How great Thou art. How great Thou art. Itupun adalah seni alamiah.
Itulah
sekadar beberapa contoh. Memang alam ini adalah
seniman agung yang dinamis dan terus bergerak dan melukis. Ia mencipta
pola-pola dan bentuk-bentuk unik yang indah. Ajaib. Mengagumkan. Alam, selalu
dalam proses mencipta karya seninya sendiri. Bahkan termasuk “memproses” umat
manusia itu.
No comments:
Post a Comment