Tuesday, February 7, 2012

MENIKMATI MAZMUR 81

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Mazmur ini mempunyai judul dalam Alkitab kita sbb: “Nyanyian pada waktu pembaruan perjanjian.” Judul ini memberi petunjuk kepada kita mengenai saat pemakaian (kapan) dan fungsi mazmur ini (dipakai dalam perayaan seperti apa). Dengan jelas dikatakan di dalam judul di atas tadi bahwa Mazmur ini dipakai pada waktu upacara pembaruan perjanjian.

Mazmur ini terdiri atas 17 ayat. Termasuk cukup panjang juga. Untuk dapat memahaminya dengan baik, saya akan mencoba membaginya dalam tiga bagian besar: Bagian I: ayat 1-6; Bagian II: ayat 7-8; Bagian III: ayat 9-17 (Bagian ini masih bisa dirinci lebih lanjut lagi menjadi empat bagian kecil: ayat 9-11, ayat 12-13, ayat 14-15, ayat 16-17).

Kita mulai dengan Bagian I: ayat 1-6. Di sini kita dapat membayangkan adanya seorang pemimpin nyanyian (biduan). Dalam ayat 2-4, sang pemimpin nyanyian itu mengajak umat untuk melakukan beberapa hal, yang ditunjukkan dengan beberapa kata kerja (berupa perintah): bersorak-soraklah bagi Allah, angkatlah lagu, bunyikanlah rebana, kecapi yang merdu, diiringi gambus. Tiuplah sangkakala. Semua alat itu tentu saja dimaksudkan untuk mengiringi nyanyian Mazmur tersebut. Dalam ayat 2 disebutkan dua keterangan tentang Allah, yaitu bahwa Allah adalah kekuatan kita dan Allah adalah Allah Yakub. Keduanya sama-sama menunjuk kepada penyelenggaraan Allah di dalam sejarah keselamatan umat Israel dari dulu sampai sekarang ini. Dalam ayat 5 diberikan alasan mengapa hal-hal di atas tadi harus dilakukan: Dikatakan bahwa hal-hal itu adalah sesuatu yang memang harus dilakukan, suatu ketetapan dan hukum dari Allah untuk dilakukan orang Israel. Allah memberi ketetapan dan hukum itu sebagai satu peringatan bagi Yusuf (ayat 6), ketika Allah maju melawan Mesir (Jelas di sini ada singgungan secara samar-samar terhadap peristiwa pembebasan Umat Israel di Laut Merah).

Sekarang saya mencoba melihat Bagian II: ayat 7-8. Tetapi sebelumnya saya masih mau mengatakan sesuatu tentang bagian terakhir dari unit terdahulu. Sesungguhnya harus dikatakan dengan jujur bahwa ayat 6c: terasa agak aneh dan agak sulit juga untuk menafsirkan dan memahaminya dalam konteks dan tempatnya sekarang ini. Tetapi menurut saya ayat 6c ini kiranya harus dibaca dalam kaitan erat dengan ayat 7. Itu sebabnya saya masukkan dalam uraian Bagian II ini. Bahasa yang dimaksudkan di sini ialah bahasa penindas dan bahasa penindasan, yang memang bertentangan dengan bahasa murung, ratapan, keluh-kesah yang disinggung dalam kitab Keluaran 3:7-8. Saya mengacu kepada Keluaran itu, karena sesungguhnya tindakan dan aksi Allah yang sama itulah yang disinggung dalam ayat 7; sebab ayat 7 ini menyinggung tindakan Allah dalam sejarah perbudakan Israel; Allah bertindak untuk membebaskan dan menyelamatkan, setelah Ia mendengar keluh-kesah dan ratap tangis umat Israel di dalam derita perbudakan dan penindasan. Dalam ayat 8 disinggung penyelenggaraan Allah dalam perjalanan umat Israel di padang gurun: termasuk pemeliharaan dan pengujian di Meriba (Lihat Mazmur 95:9).

Selanjutnya saya akan mencoba menjelaskan Bagian III dari mazmur ini. Di sini sang subjek pelaku berikut yang muncul ialah Allah sendiri. Ia meminta agar Israel sudi mendengarkan Dia, karena Dia mau memberi peringatan (ayat 9). Isi peringatan itu ialah tuntutan agar Israel tidak bengkang-bengkong imannya akan Allah; melainkan harus beriman lurus kepada Allah saja dan tidak kepada para dewa-dewa yang lain dari para bangsa di sekitar (ayat 10). Jelas ini adalah perintah dan tuntutan monoteisme yang tegas dan eksklusif. Tuntutan dan penegasan monoteistik ini dikaitkan dengan pengalaman sejarah, yaitu sejarah pembebasan; semuanya itu adalah dimaksudkan demi mencari hidup yang sejahtera dalam rupa kekenyangan dan makmur (ayat 11).

Tetapi ternyata umat tidak mau mendengarkan; umat menjadi umat yang tidak mudah untuk taat; mereka menjadi umat pembangkang, umat yang tegar tengkuk (sebuah istilah dari Kitab Ulangan, yang diangkat dari dunia pelatihan hewan untuk menjadi bagal ataupun tunggangan manusia). Ayat 12 melukiskan sikap tidak taat dari umat: dikatakan bahwa Israel tidak suka kepada Allah. Akibatnya kiranya sudah sangat jelas: Umat dibiarkan terus berada dalam kedegilan hatinya (ayat 13). Padahal jika umat taat, maka akan ada shalom (ayat 14-15): musuh dikalahkan, para lawan dilibas. Dalam ayat 16, dilukiskan nasib kontras yang dialami orang yang tidak percaya kepada Allah, yaitu mereka yang benci kepada Allah. Nasib mereka akan sangat buruk (ayat 16). Nasib positif akan dialami umat; mereka diberi kemakmuran yang dilambangkan dengan gandum dan madu di gunung batu. Itulah tanah terjanji, tanah yang berlimpah susu dan madu, yang sangat menggiurkan, sebagaimana pernah dikatakan oleh dua mata-mata Yosua dahulu ketika mereka kembali dari kegiatan mengintai Tanah Terjanji di seberang sungai Yordan.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...