Friday, September 9, 2011

GUA-GUA MARIA DI TANAH JAWA

Oleh: Fransiskus Borgias M.

Bulan Mei adalah bulan yang sangat istimewa dalam praksis tradisi liturgis Katolik, sebab bulan ini dipersembahkan secara khusus kepada Bunda Maria, Redemptoris Mater, Bunda sang Penebus. Itulah sebabnya selama Bulan Mei ada banyak sekali kegiatan devosional Marial, seperti doa rosario di lingkungan maupun doa pribadi, dan terutama melakukan kegiatan ziarah ke gua-gua Maria bagi yang mampu dan mau melakukannya. Memang setiap paroki pasti mempunyai ruang Maria. Jika parokinya mampu, ruang itu bisa berupa gua Maria yang khusus, lengkap dengan sendangnya.

Maka dalam konteks ini saya teringat akan sebuah buku yang berjudul Gua Maria di Jawa. Saya lupa nama penulisnya. Buku ini mencoba melukiskan gua-gua Maria yang ada di tanah Jawa yang sudah berhasil menjadi pusat ziarah yang penting dan menarik bagi umat Katolik. Jumlahnya mungkin sudah lebih dari empatpuluh pusat ziarah. Tentu saja mungkin yang tertua ialah Gua Maria Sendangsono yang biasanya dikaitkan dengan salah satu mukjizat iman di tanah Jawa, sebab di sanalah terjadi pembaptisan dalam jumlah besar orang Jawa menjadi Katolik. Selain itu ada Gua Kerep di Ambarawa, ada Sendang Sriningsih, ada Sendang Jatiningsih, gua Maria Kaliori di Purwokerto, Gua Maria Poh Sarang di Kediri, Gua Maria Sawer Rahmat di Kuningan, Gua Maria Kanada di Rangkas Bitung. Itu hanya sekadar menyebut beberapa saja di antaranya.

Di sini saya juga tiba-tiba teringat akan pengalaman live-in saya tahun 1987 di Klepu tempat Gua Sendang Jatiningsih berada. Saya kebetulan menginap di rumah umat yang sangat dekat letaknya dengan Gua Maria tersebut yang saat itu sedang mulai dibangun oleh inisiatif umat Katolik setempat. Pada saat itulah terjadi sebuah dialog antara saya dengan seorang tokoh umat setempat mengenai alasan mengapa didirikan Sendang Maria itu di sana. Sebab menurut pengamatan dan pengetahuan saya biasanya pusat-pusat ziarah dalam tradisi Katolik selalu dikaitkan dengan pengalaman mukjizat tertentu. Apa yang menjadi mukjizat di sini? Dengan lantang seorang tokoh umat, sayang saya sudah lupa namanya, menjawab bahwa memang di sini tidak ada mukjizat penyembuhan; yang ada dan terjadi di sini ialah mukjizat iman; sebab dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, hampir seluruh Klepu telah menjadi Katolik. Dan bagi mereka (bagi dia khususnya) ini adalah sebuah mukjizat besar yang harus ditandai dengan pendirian sebuah tempat ziarah iman. Dan saya dapat merasakan betapa umat di lingkungan tersebut berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkan tradisi ziarah tersebut dengan cara mengunjungi secara tekun dan rutin gua itu oleh diri mereka sendiri. Dan itu dilakukan tidak hanya oleh para orang tua, melainkan juga oleh mudika dan bahkan oleh anak-anak. Itulah sejarah singkat salah satu dari gua-gua tersebut.

Kembali ke buku yang sudah saya sebutkan di awal tadi. Buku tadi yang terbit tahun 2003, belum mencatat Gua Maria di Subang yang kini sedang naik daun popularitasnya setidaknya di Jawa Barat, DKI, dan Banten dan sekitarnya. Gua ini dikaitkan dengan tradisi Jawa, ziarah bulanan setiap malam Jum’at Kliwon. Buku ini juga belum menyebut sebuah gua lain di Jawa Barat yaitu di Cibadak Sukabumi yang juga sekarang semakin banyak dan ramai dikunjungi para peziarah.

Tetapi buku itu dengan jelas dan gamblang melukiskan persebaran gua-gua ziarah Maria itu di tanah Jawa. Setelah melihat peta persebaran itu spontan muncul ide berikut ini dalam benak saya. Pertama, saya sampai pada kesadaran bahwa gejala gua ziarah ini adalah bagian utuh dari apa yang disebut Polarizing Jawa oleh M.C.Ricklefs itu. Kedua, fenomena menjamurnya Gua Ziarah Maria ini bisa membantu proses penyucian tanah Jawa dengan keheningan sunyi dan suci tempat-tempat ziarah Maria tersebut. Ini adalah sebentuk upya untuk membangun sebuah kesalehan alternatif. Jumlah Gua Ziarah Maria itu,yang kiranyha akan semakin bertambah dan bertambah lagi di masa yang akan datang, bisa membangun kesalehan alternatif yang bertumpu pada sunyi dan keheningan, untuk melawan kegaduhan puja-puji di tempat suci yang lain. Tentu hal itu patut disyukuri, sebab semakin banyak tempat subur untuk membentuk spiritualitas kesalehan di tanah Jawa. Semoga hal itu bisa mendatangkan efek transformasi spiritual yang besar bagi Jawa.

Hanya ada satu atau dua kritik saya terhadap fenomena ini: sampai saat ini belum ada pusat-pusat keramaian ziarah yang berpusat pada Kristus, kristosentris seperti Hati Kudus Yesus, Corpus Christi, Kristus Raja Semesta Alam. Tetapi hal ini tidak apa-apa sebenarnya secara teologis. Biarlah berkembang pesat pusat ziarah Maria, sebab dalam tradisi iman Katolik ada sebuah keyakinan yang sangat kuat bahwa kita dapat sampai kepada Yesus lewat Maria,per Mariam ad Iesum, sedangkan jika kita hanya memusatkan perhatian pada Yesus, ada bahaya kita mengabaikan begitu saja Bunda Maria. Itu bukan tradisi Katolik.

Kembali kepada idealisme keheningan pada awal mula ketika belum ada kontaminasi suara-suara yang bising juga termasuk yang berasal dari tempat suci. Tradisi menghormati Maria sudah amat tua dalam sejarah gereja.

Yogya, 15 Mei 2011 (Diketik sambil diperluas, 06 September 2011)

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...