Oleh: Dr. Fransiskus Borgias, MA
Dosen dan Peneliti pada FF UNPAR Bandung.
Malam ini (tadi malam) kami baru saja menyelesaikan doa Rosario LAUDATO SI keluarga kami, untuk hari yang ke-22 ini. Karena ini adalah Hari Jumat (tadi malam), maka kami mengambil Peristiwa Sedih untuk kami renungkan bersama di tengah keluarga kami. Dalam hampir semua peristiwa sedih itu, renungan yang disediakan buku petunjuk, mengkaitkan sengsara Yesus dengan kesedihan dan kepedihan yang dialami oleh bumi akibat dari dosa-dosa ekologis yang dilakukan oleh manusia. Bumi dilukiskan sedang merintih kesakitan akibat perbuatan kita manusia dengan segala macam tingkah polah kehidupan kita.
Salah satu wujud paling kentara dari dosa ekologis itu ialah budaya kita manusia yang dengan mudah saja membuang sampah, membuang begitu saja semua barang bekas pakai kita. Gaya hidup modern menyebabkan kita menghasilkan sangat banyak sampah. Terutama sampah plastik, dan juga limbah- industri. Masalahnya ialah bahwa tidak semua barang bekas pakai yang kita pergunakan mudah untuk didaur ulang. Sebab banyak dari barang bekas pakai itu terbuat dari plastik yang tidak mudah diurai secara alami oleh alam, dan juga stirofoam, yang juga susah diurai oleh alam.
Celakanya lagi, kita justru tidak mau repot dengan sampah-sampah yang telah kita hasilkan. Ah tentu saja ini sangat kontradiktif. Seharusnya, kita yang menghasilkan, ya kita juga yang harus bertanggung-jawab membereskannya. Tetapi kesadaran seperti itu tidak selalu muncul dalam hati dan pemikiran semua manusia. Lalu apa yang terjadi sebagai akibatnya? Yang terjadi ialah, orang mengambil jalan pintas saja.
Alih-alih orang menaruh sampah pada tempatnya, orang malah membuang sampah secara sembarangan saja. Di banyak tempat di bumi ini, sungai dan danau dijadikan sebagai tempat sampah kolektif. Tatkala hujan, dan banjir bandang datang, maka semua sampah plastik itu dibawa ke laut. Akhirnya, laut kita pun penuh dengan sampah plastik. Di kota-kota besar, sampah-sampah plastik juga menyebabkan mampetnya saluran alir, banjir-banjir kanal yang telah disediakan untuk menyiasati banjir.
Dan di sanalah kita baru melihat dan merasakan salah satu akibatnya yang amat mengerikan. Sudah ada sangat banyak ikan di laut yang mati karena menelan plastik yang telah kita buang. Pertama, kita sudah merusak banyak biota laut dengan limbah-limbah industri kita, yang menyebabkan mata rantai makanan ikan di laut menjadi semakin berkurang. Tatkala sampah plastik datang, dalam keadaan lapar, ikan-ikan itu mengira, itulah makanan. Ternyata itu adalah racun yang mematikan.
Ketika makanan itu sampai di dalam perut mereka, bahan-bahan plastik itu sama sekali tidak bisa diolah oleh perut mereka. Maka bahan plastik itupun menumpuk di dalam perut ikan-ikan itu. Akibatnya, ikan-ikan itu pun pada mati karena sakit perut. Dan hal itu tentu saja membawa dampak lebih lanjut, yaitu timbulnya bau busuk akibat bangkai-bangkai ikan yang mati dan membusuk di laut. Sungguh mengerikan, memprihatinkan, dan menyedihkan.
Lalu bagaimana? Seharusnya kita sendiri yang harus mengolah dan mengelola sampah kita. Sudah lama sekali saya pernah membaca dan juga menulis tentang prinsip 3R sebagai rumus dasar di dalam mengolah sampah kita. R pertama, adalah singkatan dari kata REDUCE. Sedapat mungkin kita harus berusaha untuk mengurangi sampah yang kita hasilkan. Dan itu adalah perkara budaya hidup, itu adalah perkara habitus. Kita harus berusaha mengurangi sampah sedapat mungkin, khususnya sampah plastik.
R kedua adalah singkatan dari REUSE, yang artinya ialah MEMPERGUNAKAN KEMBALI. Kalau ternyata kita tidak begitu berhasil mengurangi sampah (prinsip R pertama tadi), maka kita harus berusaha sedemikian rupa agar kita bisa memakai kembali (reuse) sampah-sampah yang telah kita hasilkan. Misalnya dengan membuat kerajinan dari sampah-sampah plastik yang ada.
R ketiga ialah RECYCLE, mendaur ulang. Kalau ternyata kita tidak bisa melakukan R pertama dan R kedua secara maksimal, masih ada jalan ketiga, yaitu RECYCLE. Kita berusaha mendaur ulang sampah-sampah yang telah kita hasilkan.
Kiranya dengan ketiga prinsip ini kita bisa membuat bumi kita akan menjadi lebih bersih, dan lebih hijau untuk kita bersama....Asal kita dengan tekun melaksanakan ketiga R ini, maka pasti kita sudah menyumbangkan sangat besar bagi pelestarian alam kita. Ingat bahwa alam ini, bumi ini, adalah rumah kita. Ingat bahwa bumi ini bukan warisan dari nenek moyang kita, melainkan pinjaman dari anak cucu kita. Ingat juga bahwa bumi ini sudah sakit, merintih kesakitan dan pedih. Mari kita mendengarkannya sekarang dan menaruh peduli dan rasa simpati dan empati kepadanya, ibu bumi, ibu kita, rumah kita.
canticum solis adalah blogspot saya untuk pendalaman dan diskusi soal-soal filosofis, teologis, spiritualitas dan yang terkait. Kalau berkenan mohon menulis kesan atau komentar anda di bagian akhir dari artikel yang anda baca. Terima kasih... canticum solis is my blog in which I write the topics on philosophy, theology, spiritual life. If you don't mind, please give your comment or opinion at the end of any article you read. thanks a lot.....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
PEDENG JEREK WAE SUSU
Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari Puncak perayaan penti adala...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm) Mazmur ini termasuk cukup panjang, yaitu terdiri atas 22 ayat, mengikuti 22 abjad Ib...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Judul Mazmur ini dalam Alkitab ialah Doa mohon Israel dipulihkan. Judul itu mengandaikan bahwa keadaan Israe...
-
Oleh: Fransiskus Borgias M. Sebagai manusia yang beriman (percaya), kiranya kita semua sungguh-sungguh yakin dan percaya bahwa Tuhan itu...
No comments:
Post a Comment