Wednesday, May 27, 2020

DAYA IMAJINASI MANUSIA

Oleh: Fransiskus Borgias.
Dosen dan Peneliti pada Fakultas Filsafat UNPAR, Bandung.




Murray Bodo OFM, adalah penulis Fransiskan asal Amerika Serikat. Ia produktif menulis karya-karya yang bernafaskan spiritualitas Fransiskan. Ia adalah imam Fransiskan yang berasal dari salah satu propinsi Fransiskan di sana. Salah satu bukunya ialah yang berjudul Santa Clara, Cahaya Dalam Taman (Nusa Indah Ende 1996). Aslinya ditulis dalam Bahasa Inggris: Clare, A Light in the Garden. Awal 90-an saya menerjemahkan buku itu ke Bahasa Indonesia. Tahun 1995, saya mengirim naskah itu ke Nusa Indah Ende. Ternyata mereka menerimanya dan menerbitkannya tahun 1996. Puji Tuhan.

Apa hal penting yang menyebabkan saya terdorong membuat catatan ini? Sebenarnya tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Tetapi saya bisa mengatakannya begini. Dalam pengantar buku itu, ia pernah mengatakan sesuatu hal yang sangat menarik: Daya imajinasi manusia mempunyai kekuatan untuk mengingat dan menyimpan peristiwa yang terjadi dalam hidup manusia. Sejarah atau history mempunyai caranya sendiri untuk merekam dan mengingat, yaitu dengan mencatat pelbagai peristiwa yang terjadi dalam hidup. Dengan itu terbentuklah kronik dan catatan historis. Pencatatan itu demi mudah dan sistematikanya, entah berpusat pada tokoh besar tertentu, atau terpusat pada peristiwa atau kejadian dahsyat tertentu. Misalnya, yang berpusat pada tokoh tertentu, seperti Paus yang sangat mencolok perannya dalam percaturan politik internasional. Atau yang berpusat pada peristiwa-peristiwa besar dunia, seperti Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Atau dalam konteks Sejarah Gereja Katolik, orang berbicara tentang Konsili Vatikan II ataupun Konsili Vatikan I atau Konsili Trente. Pokoknya ada sentrum tertentu pada mana orang mengacu saat menulis pelbagai peristiwa atau kejadian.

Di pihak lain daya imajinasi manusia (imagination) mempunyai caranya sendiri yang unik untuk mengingat dan menyimpan peristiwa. Sebelum melangkah lebih lanjut, ada baiknya saya menyinggung dulu tulisan saya yang lain tentang imajinasi. Sedemikian kuatnya peran imajinasi dalam hidup manusia, sehingga orang bisa mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bisa membangun imagi atau gambaran di dalam hati dan budinya. Tentu hal itu erat terkait dengan eksistensi manusia itu sebagai imago dei. Kemampuan manusia untuk bisa menggambar dan membayangkan di dalam kalbunya, bisa dijelaskan dengan fakta bahwa manusia, menurut Kejadian 1:26-28, adalah citra Allah, imago dei. Atas dasar itu ada yang mengatakan bahwa manusia adalah homo imaginans, makhluk yang bisa membangun dan membentuk gambar dalam dan dengan kekuatan akal budinya. Ungkapan homo imaginans ini dibentuk berdasarkan ungkapan-ungkapan lain yang sudah ada, seperti homo ridens, homo ludens, homo laborans, homo orans, dll.

Tetapi Murray Bodo sekali tidak menjelaskan lebih rinci mengenai apa cara unik itu, atau bagaimana cara kerjanya, cara menyimpan dan cara mengingatnya. Ia hanya mengatakan bahwa daya itu ada dan bekerja secara sangat ajaib dalam hidup manusia. Murray Bodo mengaku bahwa saat menulis buku ini (juga bukunya tentang Fransiskus) ia banyak memakai daya kekuatan imajinasinya untuk membangun cerita tentang Fransiskus dan Klara. Dan dalam artian itu, seperti halnya juga sejarah, daya imajinasi manusia mempunyai otoritas yang kuat. Dengan cara itu, ia pun bisa melengkapi sejarah.

Sejarah (history) tentu tidak mungkin mencatat semua hal, semua peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat maupun dalam relasi antar manusia. Pasti ada hal atau segi yang mungkin dilupakan. Ada yang dengan sengaja diabaikan untuk memberi prioritas dan penekanan pada hal-hal tertentu yang dianggap lebih penting dan lebih relevan untuk dikisahkan sebagai sejarah.

Menurut Murray Bodo, lubang-lubang atau kekosongan sejarah itu diisi dengan hasil-hasil kerja daya imajinasi manusia. Bahkan ketidak-tahuan sejarah juga bisa diisi dengan daya kekuatan imajinasi anak-anak manusia. Hal itu terutama berlaku bagi para penafsir sejarah. Dengan daya kekuatan imajinasi orang bisa mengembangkan pembacaan secara hermeneutic atas sejarah itu. Berkat kekuatan imajinasi, orang bisa mengembangkan cara baca just the lines of the texts, tetapi orang bisa juga mengembangkan cara baca between the lines (of the texts), dan akhirnya orang juga bisa mengembangkan cara baca also the lies in the process of producing the texts. Bodo mengatakan: “Jika anda percaya, sebagaimana aku percaya, bahwa daya khayal kadang-kadang membawa kita lebih dekat pada kebenaran daripada fakta, lalu barangkali anda berani eprcaya bahwa daya khayal dapat juga merekam sesuatu yang gagal direkam oleh sejarah.” (p.8).

Dengan bekal keyakinan itu Bodo mulai menyusun ceritanya yang indah tentang santa Clara. Hal itu dilakukannya setelah ia menyelesaikan bukunya tentang Fransiskus Asisi, yang berjudul Francis, A Journey and a Dream. Buku tentang Fransiskus Asisi ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Tim Spiritualitas OFM di bawah koordinasi P.Paskalis B.Syukur OFM (sekarang uskup Bogor) dan P.Ignas Wagut OFM. Sedangkan buku tentang Santa Klara sudah saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Dengan bekal daya imajinasi itu Bodo menyusun banyak cerita fiksi tentang apa yang kiranya dipikirkan Klara muda saat ia meninggalkan keluarganya, Bangsawan Offreducio, lalu pada malam hari, bergabung dengan Fransiskus dan para saudara lainnya. Hal itu dilukiskan dengan sangat indah dalam sebuah Bahasa Film oleh Franco Zeffirelli dalam filmnya Brother Sun and Sister Moon itu. Itulah yang pertama.

Hal lain yang diimajinasikan Bodo ialah renungan Klara di masa tuanya. Di sini ada sesuatu yang indah yang dilukiskan Bodo. Dalam imajinasi Bodo, dilukiskan bahwa Clara dan Fransiskus itu sesungguhnya juga saling mencintai. Walaupun tanpa noda-noda untuk saling memiliki apalagi saling menguasai. Menurut Bodo, cinta yang terjalin di antara mereka itu bersifat transparan, tembus pandang. Itulah sebabnya cinta mereka tidak tersangkut pada pribadi masing-masing, Fransiskus terpaku pada Clara dan Clara terpaku pada Fransiskus. Tidak seperti itu kata Bodo. Melainkan dalam peristiwa cinta di antara keduanya, mereka justru melampaui, go beyond, diri masing-masing dan akhirnya sampai kepada Allah, sang mahakasih itu. Lagi-lagi dalam imajinasi Bodo, saat mereka saling memandang dalam dan karena cinta, mereka tidak lagi terutama melihat manusia, melainkan melihat dan menemukan Allah. Sebab Allah adalah kasih. Yang berdiam dalam kasih, juga berdiam dalam Allah. Maka bisa dipahami bahwa mereka bisa sampai melihat Allah dalam dan karena saling mencintai.

Untuk memperkuat pandangan ini Bodo mengutip Paul Sabatier: “Kadang-kadang ada jiwa-jiwa yang begitu murni, begitu kurang duniawi, sehingga pada pertemuan mereka yang pertama, mereka masuk tempat yang paling suci; hal itu terjadi lebih sering dari yang kita duga. Dan begitu mereka berada di sana, maka pikiran mereka tentang suatu persatuan yang lain tidak hanya menjadi suatu perendahan, melainkan suatu yang tidak mungkin. Begitulah cinta Fransiskus dan Klara.” (p.7).

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...