Thursday, August 13, 2009

MENIKMATI DAN MENGHAYATI MAZMUR 50

Oleh: Fransiskus Borgias M.


Mazmur ini cukup panjang (23 ayat). Untuk memahami mazmur ini kita harus membaginya dulu. Mazmur ini dapat dibagi tiga. Bagian I, ay 1-6. Bagian II, ay 7-15. Bagian III, ay 16-23. Kita akan memahaminya menurut penggalan itu.

Dalam Bagian I, pemazmur secara garis besar melukiskan Tuhan mahakuasa, yang datang mengadili umat-Nya. Pemazmur menonjolkan hal ini sebagai peristiwa kosmis dahsyat, karena unsur-unsur kosmik yang ada dan dahsyat ikut dalam tampilnya Tuhan. Dalam ay.1, dilukiskan bahwa Allah memanggil segenap bumi. Allah tetap tampil dari Sion (ay.2) dengan penuh kemuliaan dan semarak (api menjilat dan badai dahsyat, ay 3). Allah bahkan memanggil langit dan bumi untuk ikut mengadili umatNya (ay.4). Barulah dalam ay.5 kita tahu apa yang bakal terjadi: Tuhan memanggil umat yang dikasihiNya. Langit akan menjadi saksi keadilan Tuhan (ay.6). Tuhan “turun” dari atas, ke bumi untuk menjumpai umatNya. Perjumpaan itu sekaligus pengadilan bagi mereka.

Dalam Bagian II, kita dengar Tuhan sendiri yang berbicara kepada umat yang dikasihiNya. Ay 7 ialah ajakan kepada umat agar mendengarkan firman Tuhan. Isinya baru dimulai dalam ay 8. Di sana ada pertanyaan retoris yang bertujuan dekonstruktif, yaitu mencoba menempatkan posisi korban pada tempat yang sebenarnya. Ada yang mengatakan dengan lebih tegas: untuk merelativir korban sembelihan. Kita melihat ay 9 dalam satu kesatuan sampai ay 14. Jika kita baca dengan baik maka semua unsur yang disebut di sana ialah bahan untuk korban bakaran dan sembelihan umat Israel kepada Allah. Dalam ay 9 disebut lembu dan kambing jantan. Tuhan merasa tidak memerlukan itu semua karena Ia-lah yang empunya semuanya (ay 10). Ia berkuasa atas semuanya (ay 11). Allah tidak mengharapkan korban bakaran itu sebagai pemuas laparnya, kalau memang Ia lapar, sebab Allah adalah penguasa langit dan bumi (ay 12). Begitu juga kalau Ia haus, ia tidak meminta darah kambing atau apa pun (ay.13). Lalu Allah menuntut apa? Itulah yang dibahas ay.14-15. Allah menuntut sikap hati yang penuh syukur. Hati yang penuh syukur itulah korban sejati, dan hati penuh syukur itu tampak dalam pemenuhan nazar (ay 14). Jika itu terjadi, maka ketika kita mengalami kesesakan dan kita berseru kepada Tuhan, niscaya Tuhan akan menolong kita.

Dalam Bagian III, Allah mengarahkan perhatianNya kepada orang fasik (Bagian II tadi kepada orang benar). Allah memurkai mereka dengan mengajukan pertanyaan kritis terhadap kegiatan otak kaum fasik ini. Rupanya orang fasik sibuk memikirkan dan mempersoalkan ketetapan dan hukum Allah dan tidak melaksanakan hukum itu melainkan hanya jadi hiasan bibir belaka (ay 16). Allah menelanjangi cara hidup orang fasik: mereka tidak peduli akan teguran, melalaikan firman (ay.17). Mereka plin-plan dalam hidup. Mereka berkawan dengan pencuri dan pezinah (ay 18). Alat ucap dan tutur penuh dengan noda perkataan kotor (ay 19). Tidak menghiraukan relasi harmonis keluarga (ay 20). Selama ini Tuhan memperhatikan semuanya itu dan berdiam diri. Orang fasik mengira Tuhan tidak peduli. Kini Tuhan bertindak, yaitu menghakimi mereka (ay 21). Tuhan mengancam akan menerkam mereka (metafor dunia pemangsa). Mereka tidak bisa luput dari murka itu (ay 22). Untunglah, itu bukan kata terakhir. Tuhan masih memberi kesempatan bertobat, dengan dua syarat. Pertama, mereka harus mempersembahkan syukur sebagai korban. Kedua, mereka harus jujur (ay 23). Dengan kata lain, hidup mereka harus berubah, metanoia, berbalik kepada Allah. Itulah ibadah sejati.

No comments:

PEDENG JEREK WAE SUSU

Oleh: Fransiskus Borgias Dosen dan Peneliti Senior pada FF-UNPAR Bandung. Menyongsong Mentari Dengan Tari  Puncak perayaan penti adala...